Senin, 31 Oktober 2011

Pelacakan Dan Pemeriksaan DNA

Setelah pemboman hotel JW Marriot dan Ritz Carlton beberapa hari yang lalu, saat ini perhatian kita terarah pada pelacakan korban meninggal, yang beberapa diantaranya diperkirakan pelaku bom bunuh diri. Pada kasus bom semacam ini hal penting yang harus dilakukan adalah pemeriksaan terhadap korban meninggal secara kedokteran forensik. Terhadap semua korban meninggal harus dilakukan autopsi, untuk menentukan jenis perlukaan dan kekerasan penyebabnya, pencarian penyebab dan mekanisme kematian, saat kematian dan yang tak kalah pentingnya adalah identifikasi korban.
Korban pemboman secara kedokteran forensik dicirikan oleh adanya perlukaan akibat ledakan, luka bakar, keracunan CO dan luka akibat serpihan yang mengenai tubuh. Autopsi forensik penting secara legal, karena akan memberikan alat bukti tindak pidana berupa alat bukti surat (visum et repertum) dan keterangan ahli dan akan memberikan keyakinan pada hakim. Atas dasar kedua hal tersebut, ditambah bukti-bukti lain maka hakim akan dapat secara mantap menjatuhkan vonis pada tersangka pelakunya secara adil, berdasarkan pasal 183 KUHAP.
PEMERIKSAAN KORBAN BOM
Korban meninggal akibat bom dapat dikenali dari keadaannya yang umumnya hancur tercerai berai untuk korban yang berada dekat dengan pusat ledakan. Ledakan bom terhadap korban yang dekat dari pusat ledakan secara langsung akan mengakibatkan luka-luka ledakan berupa tubuh yang hancur berkeping, dan amputasi pada berbagai bagian tubuh. Ledakan dari daerah bawah tubuh misalnya akan menyebabkan amputasi tungkai bawah dengan kepala utuh, sedangkan bom yang dililitkan pada tubuh akan menghancurkan batang tubuh dan juga sebagian kepala bagian bawah. Atas dasar pola luka tersebut dokter forensic akan dapat memperkirakan posisi korban terhadap bom yang meledak.
Korban yang berada dekat dengan pusat ledakan juga akan menunjukkan adanya luka bakar, dari yang ringan sampai berat tergantung posisinya dari lokasi yang terbakar. Dari pola luka bakar yang terjadi dokter forensik kemungkinan juga dapat memperkirakan posisi korban dan kemana korban menghadap ketika terjadi kebakaran pasca ledakan.
Untuk korban yang berada dalam radius yang lebih jauh, ledakan bom akan menyebabkan luka-luka terbuka akibat masuknya pecahan bom atau benda lain yang terlontar ke dalam badan. Luka jenis ini dapat dikenali berupa banyak lubang luka dengan serpihan benda asing di dalamnya.
Pada beberapa korban bom mungkin pula terjadi luka sekunder, misalnya luka akibat tertimpa kaca atau bahan bangunan yang hancur akibat ledakan atau luka akibat terinjak-injak saat semua orang panik pasca ledakan.
Pada kondisi khusus, misalnya pada pemboman gedung BEJ Jakarta beberapa tahun yang lalu, korban dapat juga meninggal akibat keracunan CO saat menghirup udara yang penuh gas karbon monoksida (CO) yang terbentuk dari ledakan dan terjebak di area gedung parkir akibat ventilasi yang buruk

IDENTIFIKASI PERSONAL
Identifikasi korban pemboman perlu dilakukan karena korban sulit dikenali lagi, akibat hancurnya tubuh akibat ledakan. Pada kasus ledakan Bom di hotel JW Marriote dan Ritz Carlton, dari TKP penyidik mendapatkan beberapa batang tubuh, dua kepala dan banyak serpihan bagian tubuh manusia.
Identifikasi korban secara forensik pada prinsipnya adalah pembandingan data sebelum meninggal (ante mortem) dan data setelah meninggal (postmortem). Semakin banyak data yang cocok, maka akan semakin yakin kita bahwa korban adalah benar Tuan X. Sebaliknya, jika ditemukan ada ketidaksesuaian, maka kita juga yakin bahwa korban adalan bukan Tuan X.
Data postmortem diperoleh melalui pemeriksaan terhadap korban atau serpihan tubuh korban oleh dokter forensic. Data antemortem diperoleh oleh tim lainnya, yang melakukan pengumpulan data tersangka korban dari keluarga, kerabat, data medis, data gigi dan sebagainya. Selanjutnya dilakukan pembandingan antara data postmortem dan data antemortem, untuk mencari adanya kesesuaian antara keduanya. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin banyak data yang sesuai antara keduanya semakin meyakinkan bahwa korban adalah tersangka korban. Dengan demikian tugas kedua tim ini adalah mencari data sebanyak mungkin dari serpihan tubuh korban dan keluarga tersangka korban. Data yang dikumpulkan meliputi data visual (gambaran profil atau bagian tubuh), pakaian, perhiasan, dokumen, data medis (ras, umur, jenis kelamin, ciri khusus, DNA), serologi (golongan darah), sidik jari, dan data gigi.
Dari semua data tersebut diatas, pemeriksaan gigi, sidik jari DNA merupakan 3 data penentu identitas, yang dikenal sebagai data identifikasi primer, sementara data lainnya disebut sebagai data identikasi sekunder yang hanya bersifat mengarahkan dan memperkuat data identifikasi primer.
Data sidik jari pada kasus pemboman biasanya sulit didapat karena ujung jari sulit ditemukan, tidak lengkap, sudah rusak atau terbakar. Data gigi amat membantu pada identifikasi korban yang berasal dari luar negeri, karena data antemortem giginya biasanya lengkap dan mudah diperoleh. Identifikasi orang Indonesia melalui pemeriksaan gigi biasanya sulit dilakukan karena data antemortem gigi sulit diperoleh karena jarangnya kunjungan ke dokter gigi dan kurang baiknya dental record di kalangan dokter gigi praktek di Indonesia
Atas dasar itu maka untuk korban yang sulit diidentikasi dengan cara lain, maka pemeriksaan DNA merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk pemastian identitas.

PEMERIKSAAN DNA
DNA merupakan materi keturunan yang dipunyai setiap orang dan merupakan blueprint setiap individu. Setiap orang memiliki banyak sekali DNA dalam sel tubuhnya, dimana separuhnya berasal dari ibunya (DNA maternal) dan separuhnya berasal dari ayahnya (DNA paternal). Sesuai dengan rekomendasi dari FBI pada tahun 1990, maka untuk kasus identifikasi forensik, pada saat ini yang direkomendasikan untuk diperiksa adalah 13 lokus (daerah) DNA yang ukurannya pendek-pendek, yang dikenal sebagai Short Tandem Repeats (STR). Anjuran pemeriksaan terhadap panel 13 lokus STR ini (dikenal sebagai CODIS 13) dilakukan karena terbukti merupakan panel pemeriksaan yang sangat akurat dan sebagai standarisasi yang sifatnya internasional, agar data pemeriksaan DNA yang dilakukan oleh berbagai laboratorium DNA forensik di dunia seragam dan dapat dibandingkan satu sama lain
Pada kasus identifikasi korban bom ada dua tahapan pemeriksaan DNA yang dapat dilakukan. Tahapan pertama adalah penggolongan serpihan atau potongan tubuh melalui matching analysis. Pada analisis ini berbagai potongan tubuh manusia diperiksa profil DNA nya. Karena pada setiap lokus STR setiap individu punya dua pita DNA, maka pada setiap lokus STR yang diperiksa akan didapatkan kombinasi 2 angka yang menunjukkan panjangnya DNA. Dengan demikian, jika dilakukan pemeriksaan DNA pada 13 lokus, akan dihasilkan kombinasi 26 angka, yang menunjukkan profil spesifik setiap individu. Karena setiap bagian tubuh manusia yang sama memiliki pola DNA yang sama, maka potongan tubuh manusia yang sama profil DNAnya pastilah berasal dari individu yang sama. Hasil dari matching analysis ini adalah penggolongan potongan berdasarkan individunya
Pada tahapan berikutnya akan dibuktikan identitas individu masing-masing melalui FCM analysis. Pada analisis ini, identifikasi individu dihubungkan dengan DNA sepasang suami istri (korban sebagai anak), atau dihubungkan dengan seorang wanita dan anaknya (korban dalam posisi sebagai ayah). Hukum Mendel menyatakan bahwa separuh DNA anak berasal dari ibunya dan separuh lainnya berasal dari ayahnya. Hasil dari analisis FCM ini berupa kesimpulan match (sesuai, klop) atau eksklusi (tersingkir). Match adalah suatu keadaan dimana satu DNA anak sama dengan salah satu DNA ibu, dan DNA anak satunya lagi sama dengan salah satu DNA ayah. Seorang individu adalah anak biologis dari satu pasangan suami istri, jika analisis semua (13) lokus STR menunjukkan keadaan match. Eksklusi adalah suatu keadaan dimana DNA anak hanya satu yang sama atau sama sekali tidak ada yang sama dengan DNA pasangan tersebut. Ditemukannya keadaan ekslusi pada 2 lokus atau lebih dari 13 lokus STR yang diperiksa, memastikan bahwa anak tersebut BUKAN anak biologis dari pasangan tersebut atau identifikasi negatif. Karena ketepatannya yang tinggi, hasil analisis DNA memiliki nilai pemastian identitas yang amat kuat.
Contoh analisis FCM dengan hasil Match:
Father (F) atau Bapak : 12, 14
Child (C )atau anak : 12, 17
Mother (M) atau Ibu : 17, 20
Contoh analisis FCM dengan hasil Eksklusi:
Father (F) atau Bapak : 12, 14
Child (C )atau anak : 10, 22
Mother (M) atau Ibu : 17, 20
PENGHITUNGAN STATISTIK
Suatu hasil analisis FCM yang menunjukkan keadaan match pada semua (13) lokus STR harus dianalisis lebih lanjut secara statistic untuk mencari seberapa tinggi nilai ketepatan analisis tersebut. Untuk itu harus dilakukan penghitungan Cummulated Paternity Index (CPI), yaitu suatu angka yang menunjukkan seberapa kali lebih mungkin seorang pria merupakan ayah dari seorang anak, dibandingkan sembarang pria lain dalam populasi.
Dengan menggunakan rumus Brenner dan database DNA populasi yang sesuai, maka nilai CPI kasus ini dapat dihitung. Misalnya, suatu analisis FCM yang memiliki CPI sebesar 2.451, artinya tersangka ayah 2.451 kali lebih mungkin merupakan ayah biologis dari anak tersebut dibandingkan pria lain dalam polpulasi. Dengan demikian semakin tinggi angka CPI pada suatu kasus, maka semakin meyakinkan bahwa anak tersebut memang merupakan anak biologis dari pasangan tersebut.
Untuk populasi orang Indonesia, saat ini kita telah memiliki database DNA populasi (Untoro, Atmadja dan Pu, 2009) untuk CODIS 13. Data ini amat bermanfaat dalam penghitungan CPI pada kasus yang melibatkan orang Indonesia karena hasil penghitungannya lebih tepat, dibandingkan jika analisis dilakukan dengan menggunakan data Asia, seperti yang selama ini dilakukan.
PELACAKAN PELAKU DAN KORBAN
Pada kasus bom JW Mariott dan Ritz Carlton, identifikasi terhadap korban pada akhirnya menyisakan 2 batang tubuh, dua kepala dan beberapa serpihan tubuh manusia, yang belum teridentifikasi. Berdasarkan dugaan bahwa tersangka pelaku bom bunuh diri adalah yang terkena dampak bom paling besar, maka kedua kepala itu dicurigai sebagai pelaku bom bunuh diri tersebut.
Atas dasar itu maka pemeriksaan DNA dilakukan pada kedua potongan kepala dibandingkan dengan 2 pasang suami istri yang merupakan ayah dan ibu dari tersangka yang dicurigai oleh penyidik. Sayangnya, ternyata analisis FCM pada kedua kepala tersebut ternyata tidak cocok, sehingga pupuslah dugaan awal tersebut. Dengan demikian, maka untuk memperoleh kepastian siapakah pemilik kedua kepala tersebut, maka penyidik harus mencari tersangka lainnya yang mungkin. Dan itu berarti, masih diperlukan waktu yang lebih lama lagi untuk mendapatkan kepastian siapakah pemilik kedua kepala tersebut.

Sumber :
  1. Dr. Djaja Surya Atmadja, SpF, PhD, SH, DFM (Dokter spesialis forensik, PhD dalam bidang DNA forensik)
  2. Dr. Evi Untoro, SpF (Dokter spesialis forensik, peneliti DNA forensik)

Jumat, 28 Oktober 2011

PROSEDUR PENCATATAN REKAM MEDIS UNTUK KASUS FORENSIK KLIN

Pada waktu internetan di kamar saya banyak menemukan artikel bagus yang di posting oleh Dr. Djaja, dan saya akan merepost artikel Dr. Djaja yang sangat menarik mengenai pencatatan rekam medis, terima kasih untuk Pak Djaja atas artikelnya semoga bermanfaat bagi teman2...

Dalam pelaksanaan pelayanan kedokteran di RS, khususnya pada Instalasi Gawat Darurat (IGD) tidak dapat dihindari bahwa akan ada banyak kasus perlukaan maupun keracunan yang datang untuk mendapatkan pengobatan. Sebagian dari kasus-kasus ini sudah sejak awal diketahui merupakan kasus polisi, seperti pada kasus kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, pengeroyokan, perampokan, perkosaan, peracunan dan sebagainya. Pasien-pasien ini umumnya datang dengan dikawal oleh polisi dan sudah membawa surat permintaan VER dari polisi. Sebagian kasus lainnya datang sebagai pasien IGD biasa, tetapi kemudian setelah beberapa hari berlalu, datang surat permintaan VER dari polisi. Kasus-kasus tersebut diatas dinamakan kasus forensik klinik
Pada kasus forensik klinik, dokter yang melakukan pemeriksaan mempunyai kewajiban hukum untuk membantu penyidik, sesuai dengan pasal 133(1) KUHAP. Pada kasus-kasus tersebut dokter pemeriksa harus melakukan pemeriksaan forensik klinik, disamping pemeriksaan klinik dalam rangka pengobatan terhadap paien tersebut. Pemeriksaan forensik klinik bertujuan untuk mendokumentasikan perlukaan dan keracunan secara detil dan lengkap, mencari barang bukti tindak pidana, menentukan jenis kekerasan atau keracunan penyebabnya dan membuat laporan pemeriksaan dalam bentuk Visum et Repertum (VER) dan menyerahkannya kepada penyidik. Dalam hal masih ada masalah dengan keterangan tersebut atau penyidik ingin mendapatkan informasi lainnya, penyidik dapat memanggil dokter tersebut dan membuat Berita Acara Pemeriksaan berdasarkan tanya-jawab antara penyidik dan dokter tersebut. Jika kemudian kasusnya masuk ke pengadilan, tidak tertutup kemungkinan dokter pemeriksa juga akan dipanggil ke sidang pengadilan untuk memberikan keterangan ahli.

KEWAJIBAN HUKUM
Sebagian besar dokter klinik, baik dokter IGD maupun dokter yang merawat pasien forensik klinik , menganggap kasus-kasus “polisi” semacam ini merupakan beban tambahan yang terpaksa harus ditanggungnya. Peraturan perundang-undangan di Indonesia secara eksplisit menyatakan bahwa setiap dokter WAJIB membantu penyidik dan karenanya maka kesengajaan melalaikan kewajiban ini dapat membuahkan sanksi pidana penjara pada pelakunya (dalam hal ini dokter), berdasarkan pasal 224 dan/atau 216 KUHP.

PERANAN SPESIALIS FORENSIK
Dalam beberapa tahun terakhir dokter spesialis forensik (SpF), telah melengkapi pelayanannya ke bidang forenik klinik dan karenanya meluaskan pelayanannya pada pasien-pasien hidup di RS. Dokter spesialis forensik mengambil alih pelayanan forensik klinik terhadap korban tindak pidana yang berobat atau dikirim polisi ke RS. Dokter spesialis forensik dapat mengambil peran dengan pola sebagai berikut:
  1. Untuk kasus di IGD yang diperiksa oleh dokter IGD, lalu dipulangkan: SpF membantu dokter IGD membuat VER. VER yang telah dibuat ditandatangani oleh dokter IGD, sedangkan SpF menandatangai sebagai countersign (mengetahui)
  2. Untuk kasus delik susila (termasuk perkosaan), dokter IGD memanggil SpOG dan SpF. Pemeriksaan terhadap korban dilakukan SpOG bersama SpF. SpOG kemudian melakukan penatalaksanaan dalam bidang keahliannya, sedangkan SpF akan membuat VER dan menandatanganinya bersama dengan SpOG yang melakukan pemeriksaan
  3. Untuk beberapa kasus khusus, seperti penembakan, dan penusukan dengan anak peluru atau senjata tertinggal di dalam tubuh korban, maka SpF juga membantu melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti, membuat BAP pemeriksaan barang bukti, melakukan pembungkusan, penyegelan dan pelabelan, dan akhirnya melakukan penyerahan barang bukt ke penyidik.
  4. Untuk kasus yang menjalani rawat inap: dokter IGD melaporkan kasusnya ke SpF atau dokter ruang perawatan/dokter yang merawat membuat surat permintaan konsultasi ke SpF. Dalam masa perawatan SpF akan melakukan visite, dan melakukan pemeriksaan forensic klinik (biasanya pada awal dan akhir masa perawatan) dan kemudian membuatkan VER berdasarkan hasil pemeriksaan keseluruhan. VER ditandatangai bersama oleh dokter IGD, dokter yang merawat dan SpF.

MANFAAT BAGI RS
Model pelayanan forensik klinik tersebut diatas merupakan upaya yang dapat dilakukan RS untuk meningkatkan mutu pelayanan forensik klnik di RS dan meningkatkan mutu VER yang dikeluarkan oleh RS. Secara umum keterlibatan SpF dalam pelayanan forensik klnik di RS memiliki beberapa manfaat bagi RS:
  1. Pelayanan oleh SpF merupakan pelayanan spesialistik. Adanya penambahan jenis pelayanan spesialistik akan meningkatkan bobot RS dalam rangka akreditasi RS
  2. Bantuan yang diberikan oleh SpF akan mengurangi beban dokter klinik, yang pada umumnya merasa “tidak nyaman” dalam memberikan pelayanan forensik klinik. Dengan adanya SpF dalam pelayanan di RS, dokter klinik dapat lebih berkonsentrasi pada pelayanan di bidang keahliannya sendiri.
  3. Sebagai orang yang ikut serta melakukan pemeriksaan terhadap korban, jika ada pemanggilan untuk pembuatan BAP atau panggilan ke Pengadilan, SpF dapat mewakili atau sekurangnya menemani dokter klinik yang dipanggil tersebut
  4. VER yang ditandatangai oleh SpF, berdasarkan penjelasan pasal 133 (1) KUHAP, merupakan keterangan ahli, sehingga mempunyai nilai bukti yang lebih tinggi dimata hukum
  5. VER yang dibuat oleh SpF akan memiliki mutu yang lebih tinggi, sehingga kemungkinan adanya kesalahan pembuatan VER atau resiko gugatan sehubungan dengan VER terhadap dokter dan RS dapat ditekan
REKAM MEDIS
Visum et Repertum (VER) adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik, yang dibuat berdasarkan pemeriksaan terhadap tubuh, bagian tubuh atau yang diduga tubuh manusia, untuk kepentingan peradilan. Dalam system perundang-undangan di Indonesia VER merupakan salah satu alat bukti tindak pidana, yaitu alat bukti surat, berdasarkan pasal 184 KUHAP
VER kasus forensik klinik dibuat berdasarkan rekam medis korban, yang dibuat oleh dokter IGD, dokter yang merawat, SpF maupun perawat. Suatu VER yang baik hanya dapat dihasilkan dari Rekam Medis (RM) yang baik pula. Dalam praktek pada umumnya, pencatatan RM di RS kurang memadai untuk pembuatan VER yang baik karena adanya beberapa alasan sebagai berikut:
  1. Dokter klinik memiliki perhatian (concern) yang tidak sama dengan SpF. Dokter klinik memfokuskan dirinya pada diagnostik dan terapi korban, sedangkan SpF lebih kepada pencarian luka dan jenis kekerasan penyebabnya, penentuan derajat luka dan pencarian barang bukti serta pencarian tersangka pelaku. Pada kasus perkosaan misalnya, seorang SpOG lebih memusatkan perhatiannya pada pemeriksaan genitalia, pencegahan kehamilan dan PHS. Di lain pihak, seorang SpF yang melakukan pemeriksaan terhadap korban perkosaan akan memfokuskan pemeriksaannya untuk menentukan umur korban, membuktikan ada tidaknya persetubuhan, adanya tanda-tanda kekerasan pada seluruh tubuh korban, adanya kemungkinan pemberian obat/racun, dan melakukan pencarian tersangka pelaku melalui pemeriksaan terhadap sample usapan vagina, bercak mani, kerokan kuku korban dan rambut yang tercecer di tubuh atau pakaian korban.
  2. Pencatatan RM yang dibuat oleh dokter klinik umumnya terlalu ringkas sehingga tidak memadai untuk deskripsi luka dalam VER. Pada deskripsi mengenai luka terbuka, dokter klinik umumnya hanya mencatat lokasi, jenis luka (Vunus scissum atau laceratum) dan ukurannya. Untuk kepentingan VER, pencatatan luka harus lebih lengkap meliputi sudut luka (untuk menentukan pisau bermata satu atau dua), ukuran luka dalam kondisi dirapatkan (untuk menentukan lebar pisau), ada tidaknya memar atau lecet pada tepi luka (untuk menentukan pisau ditusuk sampai ke gagang atau tidak), arah luka (untuk memperkirakan tusukan dilakukan oleh tangan kanan atau kiri), dsb
  3. Pencatatan RM oleh dokter klinis seringkali mengabaikan banyak luka-luka kecil yang kurang bermakna secara klinis, khususnya jika korban menunjukkan perlukaan yang banyak. Dokter klinik pada umumnya hanya mencatat luka-luka yang besar dan bermakna secara klinis, seperti vulnus scissum, vulnus laceratum dan vulnus sclopetorum, sedangkan luka-luka lain yang remeh (seperti luka lecet, dan memar) seringkali tidak tercatat dalam RM. Untuk pembuatan VER semua luka seharusnya tercatat secara lengkap dan detil. Pada luka lecet misalnya, arah geseran penting dicatat untuk menentukan rekonstruksi terjadinya seretan. Pada memar, informasi mengenai warnanya penting karena akan menunjukkan saat terjadinya perlukaan. Atas dasar itulah maka, dalam rangka pembuatan VER, maka pencatatan luka dalam RM harus dilakukan secara lebih detil dan lengkap. Hal ini berlaku bukan saja untuk SpF, tetapi juga untuk dokter klinik (khususnya dokter IGD) yang melakukan pemeriksaan dan pencatatan luka yang pertama kali terhadap korban.
DESKRIPSI LUKA
Seorang pasien yang datang berobat ke RS dengan perlukaan dan/atau keracunan, apalagi dengan anamnesis yang menunjukkan adanya kemungkinan kaitan dengan suatu tindak pidana, pertama-tama harus DIANGGAP sebagai kasus forensik, tanpa melihat ada atau tidaknya Surat Permintaan VER dari polisi.
Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pencatatan anamnesis secara lengkap dan detil. Pemeriksaan fisik dilakukan seperti biasa, akan tetapi pencatatan luka-lukanya dilakukan secara lengkap dan mendetil. Untuk memudahkan pencatatan secara cepat, dianjurkan digunakan gambar skematis tubuh manusia (lihat lampiran). Deskripsi luka yang detil dapat dilihat pada contoh-contoh berikut:
  1. LUKA TERBUKA: Pada dahi kanan, 2 cm diatas alis mata kanan, 2 cm dari garis pertengahan depan (GPD) terdapat LUKA TERBUKA, tepi rata, kedua sudut tajam, dasar otot, dinding luka terdapat serpihan kaca, ukuran 2 cm x 1 cm, bila dirapatkan berbentuk garis mendatar sepanjang 2,5 cm
  2. LUKA LECET GESER: pada lengan bawah kanan bagian depan, 3 cm dibawah lipat siku terdapat LUKA LECET GESER, arah dari luar ke dalam, berukuran 2 cm x 4 cm
  3. LUKA LECET TEKAN: Pada pipi kanan, 2 cm dibawah mata kanan, 4 cm GPD, terdapat LUKA LECET TEKAN, berbentuk bulat dengan diameter 3 cm
  4. LUKA LECET GORES: Pada dahi kiri, 2 cm diatas alis mata kiri, 5 cm GPD terdapat LUKA LECET GORES arah dari kanan atas ke kiri bawah, membenuk sudut 60 derajat dengan garis horizontal , sepanjang 4 cm
  5. MEMAR: Pada kelopak mata kanan atas dan bawah terdapat MEMAR, berwarna biru ungu, seluas 4 cm x 3 cm.
  6. LUKA TEMBAK MASUK: Pada paha kanan belakang, 12 cm diatas lipat lutut terdapat luka berbentuk lubang dengan ukuran 9 mm x 10 mm, dikelilingi oleh luka lecet dengan lebar 2 mm. Di sekitar lubang tampak memar dengan ukuran 3 cm x 4 cm, adanya daerah yang diliputi jelaga seluas 5 cm x 6 cm, dan daerah yang berbintik-bintik hitam seluas 5 cm x 6 cm.
  7. LUKA TEMBAK KELUAR: Pada paha kanan depan, 10 diatas lutut terdapat luka terbuka, tepi tak rata, bentuk tak beraturan, berukuran 2 cm x 3 cm.
  8. LUKA BAKAR: Pada dada kanan atas, 10 cm GPD, 15 cm dibawah bahu terdapat LUKA BAKAR derajat II, meliputi daerah seluas 12 cm x 15 cm ( 6 %)
PENUTUP
Pembuatan VER terhadap korban hidup di RS hanya dapat efektif dan terlaksana dengan baik jika pencatatan RM dilakukan secara lengkap dan mendetil. Untuk mengantisipasi kemungkinan sempitnya waktu, maka pada setiap kasus perlukaan atau keracunan di IGD, yang diduga kasus merupakan tindak pidana, maka ke dalam RM ditambahkan perlu ditambahkan gambar skematis tubuh manusia, untuk tempat pencatatan luka secara cepat dan ringkas. Pencatatan luka secara narasi, dapat dilakukan kemudian setelah penanganan keadaan gawat darurat selesai dilaksanakan.
Adanya tambahan pelayanan Spesialis Forensik dalam pelayanan forensik klinik di RS akan banyak membantu mengurangi beban dokter klinik, khususnya dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan polisi dan pengadilan, sehingga dokter klinis dapat mengkonsentrasikan pelayanannya dalam bidang keahliannya masing-masing. Dengan kerjasama yang baik antara dokter klinik dan SpF, maka secara keseluruhan mutu pelayanan RS, khususnya yang berkaitan dengan aspek medikolegal, juga akan meningkat dan semakin baik.

Sumber : Dr. Djaja Surya Atmadja, SpF, PhD, S.H., DFM

Minggu, 23 Oktober 2011

Transplantasi Organ Menurut Hukum di Indonesia


Bulan lalu ada kabar bahwa 3 Dokter di China tertangkap akibat dugaan Transplantasi Organ Ilegal di sebuah klinik swasta di Provinsi Hebei China. Menurut sumber yang saya baca dari Media Hidup Sehat, mereka ditangkap setelah memindahkan ginjal dari seorang pria. Kasus ini sedang diselidiki oleh petugas berwenang, China memang melarang transplantasi organ dari donor hidup lain selain suami-istri, kerabat, dan anggota keluarga sejak 2007. (http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2011/10/17/4552/2/Transplantasi-Organ-Ilegal-3-Dokter-China-Ditangkap-).

Transplantasi organ sebenarnya tidak di larang asalkan sesuai dengan peraturan dan hukum yang ada. Di Indonesia sendiri Pengaturan Hukum Transplantasi Organ adalah dalam UU No 23/1992 tentang Kesehatan dan PP No. 18/1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis, serta Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh Manusia. PP ini merupakan pelaksanaan dari UU No 9/1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, yang telah dicabut. Akan tetapi PP ini masih tetap berlaku karena berdasarkan pasal 87 UU No 23/1992 tentang Kesehatan, semua peraturan pelasksanaan dari UU No 9/1960 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan UU No. 23/1992.

TUJUAN TRANSPLANTASI
Transplantasi organ merupakan suatu tindakan medis memindahkan sebagian tubuh atau organ yang sehat untuk menggantikan fungsi organ sejenis yang tidak dapat berfungsi lagi. Transplantasi dapat dilakukan pada diri orang yang sama (auto transplantasi), pada orang yang berbeda (homotransplantasi) ataupun antar spesies yang berbeda (xeno-transplantasi). Transplantasi organ biasanya dilakukan pada stadium terminal suatu penyakit, dimana organ yang ada tidak dapat lagi menanggung beban karena fungsinya yang nyaris hilang karena suatu penyakit. Pasal 33 UU No 23/1992 menyatakan bahwa transplantasi merupakan salah satu pengobatan yang dapat dilakukan untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Secara legal transplantasi hanya boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan tidak boleh dilakukan untuk tujuan komersial (pasal 33 ayat 2 UU 23/ 1992). Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa organ atau jaringan tubuh merupaka anugerah Tuhan YME sehingga dilarang untuk dijadikan obyek untuk mencari keuntungan atau komersial.

TENAGA KESEHATAN YANG BERWENANG
Di Indonesia transplantasi hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan, yang melakukannya atas dasar adanya persetujuan dari donor maupun ahli warisnya (pasal 34 ayat 1 UU No. 23/1992). Karena transplantasi organ merupakan tindakan medis, maka yang berwenang melakukannya adalah dokter. Dalam UU ini sama sekali tidak dijelaskan kualifikasi dokter apa saja yang berwenang. Dengan demikian, penentuan siapa saja yang berwenang agaknya diserahkan kepada profesi medis sendiri untuk menentukannya.
Secara logika, transplantasi organ dalam pelaksanaannya akan melibatkan banyak dokter dari berbagai bidang kedokteran seperti bedah, anestesi, penyakit dalam, dll sesuai dengan jenis transplantasi organ yang akan dilakukan. Dokter yang melakukan transplantasi adalah dokter yang bekerja di RS yang ditunjuk oleh Menkes (pasal 11 ayat 1 PP 18/1981). Untuk menghindari adanya konflik kepentingan, maka dokter yang melakukan transplantasi tidak boleh dokter yang mengobati pasien (pasal 11 ayat 2 PP 18/1981)

SYARAT PELAKSANAAN TRANSPLANTASI
Pada transplantasi organ yang melibatkan donor organ hidup, pengambilan organ dari donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan. Pengambilan organ baru dapat dilakukan jika donor telah diberitahu tentang resiko operasi, dan atas dasar pemahaman yang benar tadi donor dan ahli watis atau keluarganya secara sukarela menyatakan persetujuannya (pasal 32 ayat 2 UU No. 23/1992)

Syarat dilaksanakannya transplantasi adalah:
  1. Keamanan: tindakan operasi harus aman bagi donor maupun penerima organ. Secara umum keamanan tergantung dari keahlian tenaga kesehatan, kelengkapan sarana dan alat kesehatan
  2. Voluntarisme: transplantasi dari donor hidup maupun mati hanya bisa dilakukan jika telah ada persetujuan dari donot dan ahli waris atau keluarganya (pasal 34 ayat 2 UU No. 23/1992). Sebelum meminta persetujuan dari donor dan ahli waris atau keluarganya, dokter wajib memberitahu resiko tindakan transplantasi tersebut kepada donor (pasal 15 PP 18/1981).

TRANSPLANTASI DARI DONOR JENAZAH
Dari segi etika, transplantasi dari donor jenazah tidak mempunyai masalah dari segi etika dan moral. Pada dasarnya berbagai organ tubuh dari seorang yang meninggal dunia dapat digunakan untuk menolong menyelamatkan atau memperbaiki hidup orang lainnya yang masih hidup. Dengan demikian transplantasi adalah baik secara moral dan bahkan patut dipuji. Donor wajib memberikan persetujuannya dengan bebas dan penuh kesadaran sebelum wafatnya atau keluarga terdekat wajib melakukannya pada saat kematiannya. Transplantasi organ tidak dapat diterima secara moral kalau pemberi atau yang bertanggungjawab untuk dia TIDAK memberikan persetujuan dengan penuh kesadaran.

Dalam hal pengambilan organ dari jenazah dikenal ada 2 sistem yang diberlakukan secara nasional:
  1. Sistem izin (toestemming system): sistem ini menyatakan bahwa transplantasi baru dapat dilakukan jika ada persetujuan dari donor sebelum pengambilan organ. Indonesia menganut sistem ini.
  2. Sistem tidak berkeberatan (geen bezwaar system): dalam sistem ini transplantasi organ dapat dilakukan sejauh tidak ada penolakan dari pihak donor. Tidak adanya penolakan dari donor, dalam sistem ini, ditafsirkan sebagai ”donor tidak keberatan dilakukan pengambilan organ”. Pasal 14 PP No 18/1981 menyatakan bahwa pengambilan organ dari korban yang meninggal dunia dilakukan atas dasar persetujuan dari keluarga terdekat. Dalam keluarga terdekat tidak ada, maka keluarga jenazah harus diberitahu. Jika setelah lewat 2 x 24 jam keluarga tidak ditemukan, maka dapat dilakukan pengambilan organ tanpa izin keluarga. Pengaturan ini tidak bermanfaat banyak dalam praktek, karena setelah lewat waktu tersebut, organ sudah membusuk dan tidak dapat digunakan lagi, kecuali jika kesegaran jaringan dipertahankan dengan tetap mempertahankan sistem sirkulasi dan pernapasan dengan alat bantu penopang hidup.

PENENTUAN SAAT KEMATIAN
Pada transplantasi organ dari jenazah, penentuan saat kematian merupakan isyu yang sangat penting. Keberhasilan transplantasi jenis ini sangat tergantung pada kesegaran organ, artinya operasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah donor meninggal. Namun demikian, donor tidak boleh dinyatakan meninggal secara dini atau kematiannya dipercepat agar organ tubuhnya dapat segera dipergunakan.

Kriteria moral menuntut bahwa donor harus sudah meninggal dunia sebelum organ-organ tubuhnya dipergunakan untuk transplantasi. Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan, saat kematian hendaknya ditetapkan oleh dokter yang mendampingi donor pada saat kematiannya, atau jika tidak ada, dokter yang menyatakan kematiannya. Dokter tersebut tidak diperkenankan ikut ambil bagian dalam prosedur pengambilan atau transplantasi organ.
Dalam kaitan dengan hal tersebut diatas, maka definisi mati menjadi penting. Pasal 1 PP 18/1981 menyatakan bahwa mati adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti. Secara medis definisi tersebut sudah lama ditinggalkan karena kematian yang dianut saat ini adalah mati batang otak. Mati batang otak merupakan kematian yang paling mudah dideteksi, karena untuk mendeteksinya tidak diperlukan peralatan yang canggih. Adanya kematian batang otak ditandai oleh adanya gangguan pada refleks pupil terhadap cahaya, refleks mata boneka, refleks kornea, EEG, TCD (untuk mengecek adanya aliran darah ke otak).Penentuan kematian harus dilakukan oleh dua orang dokter yang tidak ada sangkut pautnya dengan dokter yang akan melakukan transplantasi (pasal 12 PP No 18/1981)

TRANSPLANTASI DARI DONOR HIDUP
Transplantasi organ dari donor hidup mendatangkan lebih banyak permasalahan dari segi etika dan moral. Keberhasilan transplantasi ginjal yang pertama kali pada tahun 1954 telah menimbulkan perdebatan sengit di kalangan para teolog. Debat tersebut berfokus pada prinsip totalitas, yang menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu seseorang diperkenankan mengorbankan salah satu bagian atau salah satu fungsi tubuhnya demi kepentingan seluruh tubuh. Sebagai contoh, seseorang diperkenankan mengangkat rahimnya yang terserang kanker demi memelihara kesehatan seluruh tubuhnya. Sebagian teolog berargumen, bahwa seseorang tidak dibenarkan mengangkat suatu organ tubuhnya yang sehat dan mendatangkan resiko masalah kesehatan di masa mendatang, dengan mendonorkan satu ginjalnya yang sehat untuk orang yang membutuhkan. Operasi yang demikian menurut mereka mendatangkan pengudungan (amputasi) yang tidak perlu atas tubuh dan karenanya merupakan tindakan amoral.

Di pihal ada lain ada teolog yang pro transplantasi. Mereka berpendapat bahwa orang sehat yang mendonorkan sebuah ginjalnya untuk orang lain yang membutuhkan, sebenarnya melakukan tindakan pengorbanan yang sejati demi menyelamatkan nyawa orang lain. Menurut meraka pengorbanan yang demikian, secara moral dapat diterima apabila resiko celaka pada donor, yang mungkin terjadi akibat operasi maupun akibat kehilangan organ tubuh, proporsional dengan manfaatnya bagi si penerima. Dengan demikian, mereka berpendapat bahwa meskipun transplantasi organ tubuh dari donor hidup tidak melindungi keutuhan anatomis atau fisik (yakni adanya kehilangan suatu organ tubuh yang sehat), namun sungguh memenuhi totalitas fungsional (yakni terpeliharanya fungsi dan sistem tubuh sebagai suatu kesatuan). Dengan demikian, seorang yang mendonorkan satu ginjalnya yang sehat dan ia masih dapat memelihara kesehatannya dan fungsi tubuhnya dengan satu ginjal yang tersisa, maka tindakan donor yang demikian secara moral dapat diterima. Dengan alasan yang sama, maka seseorang tidak dapat mengorbankan satu matanya untuk diberikan kepada seorang buta, sebab tindakan tersebut mengganggu fungsi tubuhnya.

Disinilah tepatnya terletak keluhuran tindakan ini, suatu tindakan yang merupakan tindakan kasih sejati. Bukan sekedar memberikan sesuatu yang adalah milik kita, melainkan memberikan sesuatu yang adalah diri kita sendiri”. (Amanat kepada partisipan Kongres Transplantasi Organ, 20 Juni 1991, No 3).

Transplantasi organ dari donor hidup wajib memenuhi 4 persyaratan:
  1. Resiko yang dihadapi oleh donor harus proporsional dengan manfaat yang didatangkan oleh tindakan tersebut atas diri penerima
  2. Pengangkatan organ tubuh tidak boleh mengganggu secara serius kesehatan donor atau fungsi tubuhnya
  3. Perkiraan penerimaan organ tersebut oleh penerima
  4. Donor wajib memutuskan dengan penuh kesadaram dan bebas, dengan mengetahui resiko yang mungkin terjadi

LARANGAN DAN SANKSI HUKUM
Pelanggaran terbanyak atas aturan internasional adalah jual beli organ dalam rangka transplantasi organ. Jual beli organ terjadi akibat tidak seimbangnya kebutuhan (need) dan penawaran (demand) organ untuk keperluan transplantasi. Dalam kaitan dengan isyu ini, China dianggap sebagai negara pelanggar terbesar. Sejak beberapa dekade terakhir, transplantasi organ merupakan penyumbang devisa negara China yang amat besar. Besarnya suplay organ, yang kebanyakan diperoleh dari narapidana tereksekusi, menyebabkan banyak orang berbondong-bondong mencari organ di China. Pencarian organ yang bisa memakan waktu berbelas tahun di negara lain, dapat diperoleh di China hanya dalam waktu beberapa minggu. Banyaknya suplay, tingginya ketrampilan dokter dan harganya yang relatif terjangkau membuat China menjadi tujuan pertama pasien-pasien yang memerlukan donor organ. Ada kecurigaan, sejak tahun 2001 China telah melakukan pelanggaran Hak Azasi Manusia karena telah mengeksekusi secara sengaja para pengikut Falun Gong yang dipenjara, untuk diambil organ tubuhnya. Organ-organ ini lalu dijual kepada pasien yang membutuhkan dengan mengambil keuntungan besar (laporan David Kilgour dan David Matas, 2007). Dalam beberapa tahun terakhir transplantasi ginjal di China mencapay 41.500 kasus.
Berkaitan dengan hal ini, maka pada Istambul Summit yang diadakan pada pertengahan tahun 2008, dan dihadiri oleh 150 orang perwakilan ilmiah dan dokter dari 78 negara, pegawai pemerintah, ilmuwan sosial dan pakar etika, semua menyatakan ikrar untuk menentang organ trafficking (penjualan organ manusia), komersialisasi transplantasi (pengobatan organ sebagai komoditas) dan transplant tourisme (turisme dalam rangka penyediaan organ untuk pasien dari negara lain)

Dalam hukum di Indonesia, pada prinsipnya ada beberapa larangan:
  1. Larangan komersialisasi organ atau jaringan tubuh: Pasal 16 PP 18/1981 menyatakan bahwa donor dilarang menerima imbalan material dalam bentuk apapun. Pasal 80 ayat 3 UU No 23/1992 menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau tranfusi darah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak 300 juta rupiah.
  2. Larangan pengiriman dan penerimaan organ jaringan dari dan keluar negeri (pasal 19 PP No. 18/1981)

PENUTUP
Pada prinsipnya transplantasi organ merupakan suatu tindakan mulia, dimana seorang donor memberikan sebagian tubuh atau organ tubuhnya untuk menolong pasien yang mengalami kegagalan fungsi organ tertentu. Transplantasi organ dari donor hidup pada prinsipnya hanya boleh dilakukan jika ada informed consent dari donor, dengan memperhatikan resiko donor, efektifitas pendonoran organ, kemungkinan keberhasilan pada penerima dan tidak adanya unsur ”jual beli” atau komersialisasi di dalamnya.

Transplantasi dari donor jenazah dimungkinkan dilakukan di Indonesia dengan dasar prinsip Izin, artinya pengambilan organ dari tubuh jenazah hanya boleh dilakukan jika donor dan keluarganya memberikan persetujuan sebelumnya, setelah mendapatkan informasi yang cukup. Dalam hal keluarga tidak ada setelah pencarian 2 x 24 jam, maka korban dianggap tidak dikenal dan dokter diperkenankan mengambil organ jenazah untuk transplantasi organ. Pemanfaatan organ jenazah semacam ini hanya bisa dilakukan jika korban sudah dinyatakan mengalami mati batang otak, dan kesegaran organnya dijaga dengan mempertahankan sirkulasi dan pernapasannya pasca meninggal dengan bantuan alat penopang kehidupan.Sulitnya prosedur ini menyebabkan semua donor organ dari Indonesia adalah donor hidup.

Meskipun secara legal Indonesia bersama negara lain menentang organ trafficking (penjualan organ manusia), komersialisasi transplantasi (pengobatan organ sebagai komoditas) dan transplant tourisme (turisme dalam rangka penyediaan organ untuk pasien dari negara lain), tetapi yang memiliki sanksi pidana hanyalah tindakan transplantasi organ yang dilakukan secara komersial. Di lapangan aturan ini juga sulit ditegakkan karena belum ada batasan yang tegas antara yang komersial dan tidak komersial.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Media Hidup Sehat
  2. http://en.netlog.com/djajasurya/blog/blogid=3757162
  3. Undang-undang No. 23 tahun 1992 ttentang Kesehatan
  4. Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 tentang Otopsi Anatomi, Otopsi Klinik dan Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh Manusia
  5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis
  6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis
  7. Herkutanto. Aspek medikolegal pengambilan jaringan kadaver. Simposium dan workshop tissue organ banking dan trauma. Jakarta, 19-20 Oktober 1995
  8. Mungkinkah hidup hanya dengan satu ginjal. Diunduh dari www.sinarharapan.com tanggal 31/10/2006.
  9. Lifestyle: transplant 101. Diunduh dari www.malaysiantoday.com.my tanggal 11/10/2007.
  10. Organ Pillaging in China. Diunduh dari www.tw-scie.com tanggal 21/10/2008.
  11. Saunders WP. Straight Answers: Organ Transplants and Cloning. Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas izin The Arlington Catholic Herald. tanggal 21/10/2008
  12. Dahlan Siap Donorkan Semua Organ. Indo Pos, Senin, 20 Oktober 2008
  13. Sistem Donasi Ginjal perlu dibangun. Kompas . Jumat 13 Oktober 2006
  14. Tessy A. Transplantasi Ginjal di Indonesia Sekarang. J Mnedika Nusantara 2005:26 (3)

Sabtu, 22 Oktober 2011

Contoh Judul KTI/Skripsi FKM-Kependudukan dan Biostatika

  1. Analisa Kecenderungan Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Tahun 2001-2005 untuk Peramalan Tahun 2006-2010 Di XXX
  2. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Cakupan Imunisasi TT (Tetnus Toxoid) Ibu Hamil Di XXX
  3. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Pertolongan Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas XXX
  4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Memberikan Makanan Tambahan Pada Bayi Usia Kurang Dari Enam Bulan Di Wilayah Kerja XXX
  5. Gambaran Perilaku Remaja Tentang HIV/AIDS Di SMU XXX
  6. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Dan Karakteristik Akseptor KB Dengan Tingkat Kemandirian Peserta KB Aktif Di XXX
  7. Hubungan Karakteristik Anak Jalanan Terhadap Perilaku Seksualnya Dan Kemungkinan Terjadinya Risiko Penyakit Menular Seksual (PMS) Di XXX
  8. Hubungan Karakteristik Dan Sumber Informasi Terhadap Perilaku Remaja Dalam Menghadapi Menstruasi Pertama Pada Siswi SMP XXX
  9. Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Abortus Inkompletus Di Rumah Sakit XXX
  10. Hubungan Karateristik, Pengetahuan Dan Sikap Dengan Tindakan Bidan Desa Dalam Mencegah Dan Mengatasi Komplikasi Kehamilan Di XXX
  11. Pengaruh Faktor Sosial Budaya Dan Sosial Economi Terhadap Pemeriksaan kehamilan Di XXX
  12. Pengaruh Karakteristik Pengetahuan Dan Sikap Ibu Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Di XXX
  13. Proses Pengambilan Rekam Medis Pasien Ulang Di Rumah Sakit XXX

Contoh Judul KTI/Skripsi FKM-Ilmu Kesehatan Masyarakat 1/2

  1. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN BALITA DI POSYANDU XXX
  2. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI XXX
  3. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN KB SUNTIK PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS XXX
  4. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS XXX
  5. HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TBC PADA BALITA YANG MENDAPAT IMUNISASI BCG DI XXX
  6. ANALISIS PERBANDINGAN KUALITAS FISIK AIR PADA DAERAH HOME INDUSTRI TAHU TEMPE DENGAN DAERAH NON INDUSTRI DI DESA XXX
  7. HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEMANDIRIAN ANAK 5 TAHUN DI XXX
  8. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA DENGAN PERILAKU MENGUNJUNGI POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  9. RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) TERHADAP PENDERITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  10. PENGARUH KECEPATAN WAKTU PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN JUMLAH KEJADIAN DBD DI KABUPATEN XXX
  11. HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI XXX
  12. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI XXX
  13. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS XXX
  14. HUBUNGAN MITOS KEPERAWANAN DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (STUDI PADA SISWA KELAS 11 SMA XXX
  15. HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA BENGKEL LAS TERALIS DI XXX
  16. PERBEDAAN ANGKA FEKUNDITAS DAN FERTILITAS NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA PEMAJANAN DAUN MIMBA DALAM SEDIAAN OBAT NYAMUK BAKAR DAN SPRAY
  17. HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA BENGKEL LAS TERALIS DI XXX
  18. HUBUNGAN KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DAN UMUR SAAT MENOPAUSE DENGAN KELUHAN MASA MENOPAUSE
  19. ANALISIS PENGELOLAAN DATA UNTUK MENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN PROGRAM DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS XXX
  20. KETERKAITAN CAKUPAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN SARANA JAMBAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN KASUS DIARE DI XXX
  21. HUBUNGAN ANTARA WAKTU DAN TEMPAT PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU ANAK DI XXX
  22. HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN ASUPAN GIZI (LEMAK, NATRIUM DAN SERAT) DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA USIA LANJUT DI XXX
  23. FAKTOR RISIKO KARIES GIGI SULUNG ANAK DI XXX
  24. TINGKAT KEBUGARAN JASMANI PADA LANSIA DI PANTI WERDA XXX
  25. PERBEDAAN KEMAMPUAN MEDIA SORBEN DAN KARBON AKTIF TERHADAP PENURUNAN OIL CONTENT DAN BOD5 LIMBAH CAIR KILANG BBM PT PERTAMINA (PERSERO) XXX
  26. HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DENGAN KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI ( STUDI PADA AKSEPTOR VASEKTOMI DI KECAMATAN XXX
  27. HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH, LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DAN PRAKTIK PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKEMAS XXX
  28. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI DESA BAKUNG KECAMATAN XXX
  29. HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN LABORATORIUM DENGAN PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN XXX
  30. KAJIAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. XXX MELALUI PENDEKATAN AUDIT INTERNAL BERDASARKAN PERMENAKER NO.05/MEN/1996
  31. HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN KEMATIAN IBU DI XXX
  32. VERIFIKASI HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA (STUDI KASUS DI PT XXX
  33. HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR REMAJA PUTRI DENGAN PERAWATAN MENSTRUASI DI MTs XXX
  34. PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA (CTKI) KE LUAR NEGERI (STUDI KASUS DI XXX)
  35. HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK KADER POSYANDU DENGAN STATUS KELENGKAPAN IMUNISASI BAYI DI DESA XXX
  36. HUBUNGAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR DAN FASILITAS PELAYANAN KB DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI ( STUDI PADA MASYARAKAT ETNIS DAYAK
  37. HUBUNGAN PRAKTEK KEBERSIHAN DIRI DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA PEMULUNG DI XXX
  38. SURVEI KEBERHASILAN PENANGKAPAN (TRAP SUCCESS) MAMALIA KECIL DAN KEPADATAN PINJAL DI XXX
  39. PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENURUNAN H2S DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA ARANG AKTIF DAN ZEOLIT PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI XXX
  40. UJI EFIKASI LAMBDACYHALOTHRIN TERHADAP LALAT RUMAH (MUSCA DOMESTICA)
  41. HUBUNGAN ANTARA KONDISI SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA XXX
  42. MENGETAHUI FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JARAK KELAHIRAN PADA WANITA MULTIPARA DI DESA XXX
  43. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA BIDAN DESA DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN MATERNAL DAN NEONATAL DI XXX
  44. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BRONCHO PNEUMONIA (BP) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  45. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI DENGAN KESEDIAAN SISWA UNTUK MENGIKUTI IMUNISASI CAMPAK DI SDN XXX
  46. HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN DENGAN PELAYANAN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS XXX
  47. HUBUNGAN FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN MASTITIS PADA IBU POST PARTUM DI PUSKESMAS XXX
  48. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIDAN MELAKUKAN SUNAT PADA BAYI PEREMPUAN DI KECAMATAN XXX
  49. HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN MENARCHE PADA SISWI KELAS XXX DI SMPN XXX
    HUBUNGAN KOMPETENSI PEGAWAI DENGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DI RUMAH SAKIT XXX
  50. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  51. HUBUNGAN JENIS HELM PENGENDARA SEPEDA MOTOR DENGAN TINGKAT KEPARAHAN CIDERA KEPALA PADA PASIEN CIDERA KEPALA DI RS XXX
  52. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN PEMERIKSAAN ANTENATAL DI PUSKESMAS XXX
  53. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KINERJA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENYAKIT TB-PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  54. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU PADA ORANG DEWASA BERDASARKAN HASIL PENUNJANG RONTGEN POSITIF DI RS XXX
  55. HUBUNGAN PROMOSI KESEHATAN TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN DERAJAT PENYAKIT DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  56. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEIKUTSERTAAN PRIA DALAM BER-KB (MOP) DI KECAMATAN XXX

Contoh Judul KTI/Skripsi FKM-Ilmu Kesehatan Masyarakat 2/2

  1. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pil KB Pada Akseptor KB di XXX
  2. Gambaran Kejadian Anemia dan Konsumsi Pangan pada Buruh Wanita di PT XXX
  3. Karakteristik Penderita Myoma Uteri yang Dirawat Inap di RS XXX
  4. Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea) Dalam Mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Di XXX
  5. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (ISPaA) Pada Anak Balita Di XXX
  6. Hubungan Perilaku Pengguna Air dengan Keluhan Kesehatan Pengguna Air Sungai di XXX
  7. Pengetahuan Gizi, Pola Makan dan Status Gizi Mahasiswa XXX
  8. Karakteristik Penderita Dispepsia Yang Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  9. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Infeksi di XXX
  10. Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Di XXX
  11. Pengaruh Karakteristik Dan Motivasi Penderita Tuberkulosis Paru Terhadap Kepatuhan Berobat Di XXX
  12. Perilaku Diet Ibu Nifas di XXX
  13. Modifikasi Tepung Ubi Jalar Orange Dalam Pembuatan Mi Basah Dan Daya Terimanya
  14. Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Peserta Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di XXX
  15. Gambaran Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pasien Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di XXX
  16. Karakteristik Penderita Kanker Hati Rawat Inap di Rumah Sakit XXX
  17. Karakteristik Penderita Malaria Di XXX
  18. Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung Dan Pendorong Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan Oleh Ibu Di XXX
  19. Karakteristik Akseptor KB Di XXX
  20. Analisis Kejadian Campak Pada Anak Balita di XXX
  21. Analisis Kejadian Diare pada Anak Balita di XXX
  22. Pengaruh Sosiodemografi dan Sosiopsikologi Pasien Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional (Batra) Akupunktur
  23. Karakteristik Penderita Karies Gigi Permanen Yang Berobat Di RS XXX
  24. Pengaruh Pengetahuan dan Sosial Ekonomi Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi Campak Pada Balita Di XXX
  25. Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Penderita Pasca Stroke Dalam Upaya Rehabilitasi di RS XXX
  26. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Pemeriksaan Kehamilan Pada Ibu Yang Memiliki Balita Di XXX
  27. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Akseptor KB dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Mantap di XXX
  28. Pembuatan Abon Ikan Gulamah (Johnuis spp.) Dan Daya Terimanya
  29. Pengaruh Faktor Pengetahuan Ibu dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di XXX
  30. Karakteristik Penderita Struma Rawat Inap di Rumah Sakit XXX
  31. Analisis Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Di XXX
  32. Pengaruh Persepsi tentang Posyandu Usila terhadap Tingkat Pemanfaatan Posyandu Usila di XXX
  33. Faktor- Faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Wanita Pasangan Usia Subur dalam Penggunaan KB IUD di XXX
  34. Gambaran Penggunaan Narkoba Pada Pria Yang Direhabilitasi Di XXX
  35. Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Partus Tak Maju Rawat Inap Di RS XXX
  36. Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi di pabrik Kelapa Sawit PT. XXX
  37. Pengaruh Persepsi Ibu Balita Tentang Penyakit Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare di XXX
  38. Gambaran Kepuasan Kerja Karyawan Berdasarkan Pengawasan dan Kepastian Dalam Pekerjaan di PT. XXX
  39. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader Posyandu Dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga di XXX
  40. Hubungan Pengetahuan, Keterampilan Dan Motivasi Dengan Kinerja Koordinator SP2TP (Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Terpadu Puskesmas) Di Puskesmas Se-Kota XXX
  41. Hubungan Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) Dan Tumbuh Kembang Balita Di XXX
  42. Analisa Penggunaan Zat Pewarna Buatan Pada Sirup Yang Dijual Di Pasar XXX
  43. Karakteristik Penderita Appendicitis Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  44. Gambaran Stres Perawat Di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa XXX
  45. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita Diabetes Melitus (DM) dengan Pemanfaatan Klinik Diabetes Melitus di XXX
  46. Gangguan Kesehatan Pada Pekerja Pengemasan Ikan (Dengan Waktu Kerja Lebih Dari 8 Jam Sehari) Di XXX
  47. Perilaku Ibu Dalam Pemberian Suplemen Pada Balita Di XXX
  48. Perilaku Ibu Tentang Makanan Jajanan Yang Mengandung Pemanis Buatan (Sintetik) Di XXX
  49. Pembuatan Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) dengan Variasi Perendaman dalam Air Kapur dan Uji Mutunya
  50. Gambaran Pola Asuh Dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM) Di XXX
  51. Gambaran Perilaku Siswa Tentang Hubungan Seks Pra-Nikah Di SMU XXX
  52. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa Kelas X Terhadap Penggunaan Plastik sebagai Tempat Penyimpanan Makanan dan Minuman di SMU XXX
  53. Perilaku Akseptor Kb Pria Terhadap Metode Medis Operasi Pria (MOP) Di XXX
  54. Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di XXX
  55. Persepsi Pekerja Seks Komersial Terhadap Pemanfaatan Klinik IMS Dan VCT Di Klinik XXX
  56. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di XXX
  57. Gambaran Pola Makan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan Di RS XXX
  58. Higiene Dan Sanitasi Pengolahan Roti Pada Pabrik Roti Di XXX
  59. Analisis Faktor yang Memengaruhi Tindakan Ibu dalam Pencarian Pengobatan dan Pemulihan Penyakit Pneumonia Pada Balita di XXX
  60. Pengaruh Karakteristik Akseptor Vasektomi Dan Kompensasi Terhadap Tingkatan Keputusan Menggunakan Vasektomi Di XXX
  61. Analisis Kadar Timbal (Pb) Pada Makanan Jajanan Berdasarkan Lama Waktu Pajanan Yang Dijual di Pinggir Jalan XXX
  62. Perilaku Penggunaan Kayu Bakar Sebagai Bahan Bakar Memasak dan Keluhan Saluran Pernafasan Pada Ibu Rumah Tangga di XXX
  63. Gambaran Kesehatan Kerja Petugas Cleaning Service Rumah Sakit Umum XXX
  64. Gambaran Perilaku Orangtua Terhadap Anak Balita Penderita Gizi Buruk Di XXX
  65. Analisa Kadar Nikotin Pada Tembakau Rokok Lintingan dan Karakteristik Masyarakat Penggunanya di XXX
  66. Aplikasi Pestisida dan Analisa Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Beras di XXX
  67. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Masyarakat Terhadap Kejadian Filariasis Di XXX
  68. Hubungan Antara Tingkat Keparahan Ispa Dengan Status Gizi Pada Anak Balita Di XXX
  69. Hubungan Perilaku Ibu Hamil Dan Motivasi Petugas Kesehatan Dengan Kepatuhan Dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Di XXX
  70. Konsumsi Ikan Dan Kontribusinya Terhadap Kebutuhan Protein Pada Keluarga Nelayan Di XXX
  71. Karakteristik Ibu Yang Melahirkan Bayi Prematur Di Rumah Sakit XXX
  72. Pengembangan Sistem Registrasi Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  73. Gambaran Ketahanan Pangan Keluarga Dan Status Gizi Ibu Dan Anak Balita Di XXX
  74. Tindakan Murid Dan Penjual Makanan Jajajanan Tentang Higiene Sanitasi Makanan Di Sekolah Dasar XXX
  75. Perilaku Pria Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Di XXX
  76. Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di XXX
  77. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Anak-anak Di XXX
  78. Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan Dan Faktor Peran Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita Tb Paru Dalam Pengobatan Di XXX
  79. Pengetahuan Dan Sikap Tim K 3 Tentang Upaya Penyelenggaraan Keselamatan Kerja, Kebakaran Dan Kewaspadaan Bencana Di RS XXX
  80. Tinjauan Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) Bagi Pekerja PT. XXX
  81. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RS XXX
  82. Karakteristik Penderita Kanker Paru Rawat Inap Di RS XXX
  83. Gambaran Stres Kerja Pada Perawat Shift Malam Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RS XXX
  84. Gambaran Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit XXX
  85. Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) Yang Dirawat Inap Di RS XXX
  86. Analisa Kecenderungan Kunjungan Pasien Rawat Jalan Tahun 2004-2008 Untuk Meramalkan Kunjungan Pasien Rawat Jalan Tahun 2009-2013 Di Rumah Sakit XXX
  87. Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  88. Hygiene Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan Escherichia Coli Dalam Susu Kedelai Pada Usaha Kecil Di XXX
  89. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS XXX
  90. Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  91. Kajian Penerapan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Pada Keluarga Mampu Di XXX
  92. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasir Dan Tepung Ketan Terhadap Sifat Kimia, Organoleptik Serta Daya Simpan Dodol Ubi Jalar Ungu
  93. Gambaran Konsumsi Makanan Dan Status Gizi Pada Anak Penderita Karies Gigi Di SDN XXX
  94. Hygiene Sanitasi Dan Analisa Cemaran Mikroba Yang Terdapat Pada Saus Tomat Dan Saus Cabai Isi Ulang Yang Digunakan Di XXX
  95. Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup Yang Dijual Di Sekolah Dasar XXX
  96. Analisis Kandungan Nitrit Dan Pewarna Merah Pada Daging Burger Yang Dijual Di Grosir Bahan Baku Burger Di XXX
  97. Determinan Ibu Memilih Dukun Bayi Sebagai Penolong Persalinan Di XXX
  98. Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di XXX
  99. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada Program Pemberantasan Penyakit (P2P) TB Paru Di XXX
  100. Analisis Kadar Arsen (As) Pada Kerang (Bivalvia) Yang Berasal Dari Laut XXX
  101. Analisa Penggunaan Zat Pemanis Buatan Pada Sirup Yang Dijual Di XXX
  102. Pemeriksaan Escherichia coli PADA Usapan Peralatan Makan Yang Digunakan Oleh Pedagang Makanan Di XXX
  103. Analisa Protein, Kalsium Dan Lemak Pada Ikan Pora-Pora
  104. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di XXX
  105. Analisa Kandungan Nitrat Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Di XXX
  106. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap Bidan Dengan Tindakan Bidan Dalam Mengatasi Komplikasi Selama Persalinan Di XXX
  107. Pengaruh Penyuluhan Manajemen Laktasi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Bidan Tentang Manajemen Laktasi Di XXX
  108. Karakteristik Penderita Stroke Haemoragik Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  109. Karakteristik Penderita Perdarahan Postpartum Yang Datang Ke RS XXX
  110. Analisa Tingkat Keberhasilan Program Klinik Sanitasi Di Seluruh Puskesmas Di XXX
  111. Perbedaan Kandungan Klorin (Cl2) Pada Beras Sebelum Dan Sesudah Dimasak XXX
  112. Karakteristik Penderita Perdarahan Antepartum Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  113. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Dan Sikap Remaja Laki-Laki Terhadap Kebiasaan Merokok Di SMU XXX
  114. Analisa Penggunaan Zat Warna Pada Keripik Balado Yang Diproduksi Di XXX
  115. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di XXX
  116. Gambaran Peranan Keluarga Terhadap Perilaku Hidup Sehat Lanjut Usia Di XXX
  117. Gambaran Perilaku Remaja Yang Diawasi Ibu Kost Dan Yang Tidak Diawasi Ibu Kost Tentang Hubungan Seksual Pranikah Di XXX
  118. Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap Di RS XXX
  119. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Yang Memiliki Bayi Usia 0 - 12 Bulan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di XXX
  120. Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual Di Pasar Swalayan Di XXX
  121. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Siswa Tentang Makanan Dan Minuman Jajanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan (BTM) Tertentu Di SMP XXX
  122. Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan Gigi Mulut Terhadap Kepuasan Pasien Di XXX
  123. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Mahasiswa Mengenai Kosmetik Mengandung Merkuri (Hg) Di Akademi Kebidanan XXX
  124. Karakteristik Thalassemia Yang Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  125. Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) Di XXX
  126. Gambaran Penilaian Efisiensi Pelayanan Rawat Inap Berdasarkan Grafik Barber-Johnson Di Rumah Sakit XXX
  127. Kepuasan Kerja Pada Staf Di XXX
  128. Karakteristik Penderita Hepatoma Yang Dirawat Inap Di Ruman Sakit XXX
  129. Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di XXX
  130. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam Positif Yang Mengalami DroP Out Di XXX
  131. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterlambatan Pengobatan Pada Wanita Penderita Kanker Payudara RS XXX
  132. Karakteristik Penderita Kanker Colorectal Yang Rawat Inap Di RS XXX
  133. Karakteristik Penderita Leukimia Rawat Inap Di RS XXX
  134. Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap Di RS XXX
  135. Karakteristik Penderita Kanker leher Rahim Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  136. Karakteristik Penderita Karies Gigi Yang Beobat Di Rumah Sakit Umum XXX
  137. Hygiene Sanitasi Dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli Pada Es Krim Yang Dijajakan Di XXX
  138. Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap Di RS XXX
  139. Hubungan Sumber Daya Organisasi Dan Fungsi Kepemimpinan Dengan Kinerja Tim Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) Puskesmas Di XXX
  140. Gambaran Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Supir Angkot XXX
  141. Gambaran Pola Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Anak Balita Penderita Diare Di XXX
  142. Pengaruh Penyuluhan Asi Eksklusif Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Di XXX
  143. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tindakan Sarapan Dengan Status Gizi Dan Indeks Prestasi Anak Sekolah Dasar Di XXX
  144. Karakteristik Penderita TB Paru Relapse Yang Berobat Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (Bp4) XXX
  145. Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di XXX
  146. Gambaran Perilaku Ibu Rumah Tangga Dalam Penggunaan Garam Beriodium Di XXX
  147. Karakteristik Penderita Glaukoma Di RS XXX
  148. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu (Ket) Di Rumah Sakit XXX
  149. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Menopause Pada Wanita Di XXX
  150. Karakteristik Penderita Penyakit Non Infeksi Peserta ASKES Sosial PNS Rawat Inap Di RS XXX
  151. Hubungan Tingkat Resiko Pencemaran Terhadap Kualitas Air Sumur Gali Di XXX
  152. Karakteristik Ibu Yang Mengalami Persalinan Dengan Seksio Sesarea Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  153. Hubungan Faktor Individu Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat Di XXX
  154. Karakteristik Penderita Kanker Serviks Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  155. Keaktifan Ibu Ke Posyandu Dan Pola Pertumbuhan Balita Di XXX
  156. Karakteristik Penderita Hipertensi Yang Di Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  157. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di XXX
  158. Karakteristik Penyalahguna Narkotika, Psikotropika, Dan Zat Adiktif (NAPZA) Di XXX
  159. Karakteristik Pasien Gakin Rawat Inap Di RS XXX
  160. Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di XXX
  161. Gambaran Perilaku Pemakaian Masker Dan Pengukuran Kadar Debu Pada Pekerja Bagian XXX
  162. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Oleh P2K3 Untuk Meminimalkan Kecelakaan Kerja Di PT XXX
  163. Hubungan Kejadian Kecacingan Dan Pertumbuhan Anak Usia 24-59 Bulan Di XXX
  164. Perilaku Mahasiswa XXX Tentang Penularan Hiv DI XXX
  165. Hubungan Karakteristik Pengguna Gigi Palsu Dengan Pemanfaatan Jasa Tukang Gigi Di XXX
  166. Determinan Pemanfaatan Dukun Bayi Oleh Masyarakat Dalam Pilihan Pertolongan Persalinan Di XXX
  167. Pengaruh Komunikasi Informasi Dan Edukasi (Kie) Pada Pemeriksaan Kehamilan K1 Terhadap Pemeriksaan Kehamilan K4 Pada Ibu Hamil Di XXX
  168. Status Gizi Ibu Dan Bayi Ditinjau Dari Pola Makan Ibu Menyusui Dan Bayi Yang Berkunjung Ke Puskesmas XXX
  169. Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HIV/AIDS Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Voluntary Counseling & Testing (VCT) Di Puskesmas XXX
  170. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Asuhan Keperawatan Dalam Pengkajian Dan Implementasi Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit XXX
  171. Analisis Kwantitatif Kadar Debu PT. Semen Andalas Indonesia Di XXX
  172. Motivasi Usia Lanjut Untuk Tinggal Di Panti Sosial XXX
  173. Perilaku Masyarakat Terhadap Perkawinan Usia Muda Di XXX
  174. Pengaruh Faktor Biologis Dan Faktor Keluarga Terhadap Tumbuh Kembang Bayi Dan Balita Di XXX
  175. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Dengan Pemeriksaan Haemoglobin Sewaktu Hamil Di XXX
  176. Analisa Kadar Zat Pewarna Kuning Pada Tahu Yang Dijual Di Pasar-Pasar Di XXX
  177. Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Aborsi Dari Kehamilan Tidak Dikehendaki Di SMA XXX
  178. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Dalam Pemakaian Alat Pelindung Pendengaran Di PT. XXX
  179. Gambaran Pemaparan Gas Amoniak Terhadap Gangguan Sistem Pernafasan pada Tenaga Kerja di XXX
  180. Perilaku ibu terhadap obesitas pada anak usia sekolah dasar SD XXX
  181. Karakteristik Balita Penderita Gastroenteritis Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  182. Hubungan Waktu Kerja Dengan Terjadinya Stres Pada Pekerja Warung-Warung Kopi Di XXX
  183. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian Asi, MP-ASI Dan Pola Penyakit Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di XXX
  184. Karakteristik Balita Penderitagastroenteritis Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  185. Analisa kecenderungan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada bayi dan balita tahun XXX di XXX
  186. Status Gizi Dan Pola Makan Pada Anak Taman Kanak-Kanak Di XXX
  187. Karakteristik Ibu Yang Melahirkan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Rumah Sakit XXX
  188. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis Di XXX
  189. Perilaku Siswa Tentang Bahaya Napza Dalam Kesehatan Reproduksi Di SMA XXX
  190. Persepsi Warga XXX Terhadap Pengalaman Berobat Di XXX
  191. Pengaruh Karakteristik Ibu Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan Di XXX
  192. Analisa kandungan rhodamin B dan natrium benzoat pada cabai merah (capsicum annum l.) Giling yang dijual dibeberapa pasar di XXX
  193. Karakteristik Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut(ISPA) Pada Balita Yang Berobat Ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit XXX
  194. Karakteristik Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap Di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit XXX
  195. Pemeriksaan Kandungan Formaldehid Pada Berbagai Jenis Peralatan Makan Melamin Di XXX
  196. Pengaruh Karakteristik Ibu Menyusui Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Di XXX
  197. Tinjauan Promosi Dan Perilaku Penggunaan Pasi Pada Ibu Menyusui Di XXX
  198. Perilaku Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Di XXX
  199. Pengetahuan Dan Sikap Kelompok Mahasiswa Kesehatan XXX Mengenai Penyalahgunaan Narkoba

Contoh Judul KTI/Skripsi FKM-Gizi 1/2

  1. FAKTOR PENYEBAB DAN YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GIZI KURANG PADA BALITA DI …
  2. PERBANDINGAN METODE PENGGUNAAN ANTROPOMETRI DENGAN BIOKIMIA DALAM PEMERIKSAAN STATUS GIZI SISWA SMA DI …
  3. HUBUNGAN PEKERJAAN DAN KONDISI SOSIAL BUDAYA DENGAN STATUS GIZI MASYARAKAT DI …
  4. GAMBARAN PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG KEBUTUHAN GIZI BALITA DI ....
  5. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI …
  6. PENATALAKSANAAN DIET PADA PASIEN PASCA BEDAH DI …
  7. TINJAUAN PENATALAKSANAAN DIET PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI NEFROPATI DI…
  8. PERBEDAAN ANTARA PETUGAS GIZI YANG MENGGUNAKAN PROSEDUR TETAP TATALAKSANA GIZI DENGAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN DI …
  9. GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG POLA MENU SEIMBANG DI…
  10. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A DOSIS TINGGI PADA BALITA OLEH KADER DI …
  11. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEBUTUHAN GIZI DI …
  12. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG DIET MAKANAN PADA PENDERITA PENYAKIT THYPOID DI …
  13. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS…
  14. HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TBC PADA BALITA YANG MENDAPAT IMUNISASI BCG DI KABUPATEN ……… TAHUN 2008
  15. HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI ....
  16. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU-IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI ...
  17. KARAKTERISTIK BALITA GIZI KURANG DI KAMPUNG ………TAHUN 2008
  18. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ……
  19. HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI ....
  20. GAMBARAN DAN SIKAP ORANGTUA YANG MEMILIKI BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DI…
  21. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI…
  22. GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG MANFAAT GIZI SEIMBANG DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI DI...

Contoh Judul KTI/Skripsi FKM-Gizi 2/2

  1. Daya Terima Konsumen Terhadap Jus Lidah Buaya Yang Ditambahi Markisa Dan/Atau Lemon
  2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi MotivasI Ibu Terhadap Terapi Autisme Di XXX
  3. Gambaran Faktor keluarga, Status Gizi Dan Tumbuh Kembang Anak bawah Tiga Tahun Di XXX
  4. Gambaran Kadar Hemoglobin, Pola Konsumsi, Serta Pola Penyakit Pada Wanita Vegetarian Dan Non Vegetarian Di Keluarga XXX Tahun
  5. Gambaran Konsumsi Energi, Protein Dan Fe, Serta Status Gizi, Anak SD XXX
  6. Gambaran Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi Dan Tumbuh Kembang Anak Usia 0-24 Bulan Di XXX
  7. Hubungan Kebiasaan Makan Dan Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dengan Karies Gigi Pada Anak SD XXX
  8. Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita Di XXX
  9. Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Berat Badan Dan Tlnggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah Di SD XXX
  10. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Dan Pola Asuh Dengan Status Gizi Anak Balita Di XXX
  11. Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di XXX
  12. Karakteristik Kader Dan Ketelitian Penimbangan Serta Pencatatan Berat Badan Balita Di XXX
  13. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Yang Mengalami Dengue Shock Syndrome (DSS) Rawat Inap Di RS XXX
  14. Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Ditinjau Dari Sosial Ekonomi Dan Perolehan Tablet Zat Besi (Fe) Di XXX
  15. Pelaksanaan Program Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita Di XXX
  16. Pemenuhan Kebutuhan Energi Dan Protein Yang Bersumber Dari Makanan jajanan Dihubungkan Dengan Status gizi Anak SD XXX
  17. Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Keluarga Sadar Gizi Di XXX
  18. Pengetahuhan, Sikap, Tindakan Petugas Kesehatan Dalam Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini Di XXX
  19. Perbedaan Berat Badan Lahir Bayi Yang Dilahirkan Oleh Ibu Yang Mengalami Hipertensi Dengan Ibu Yang Tidak Mengalami Hipertensi Pada Kehamilannya Di XXX
  20. Perilaku Ibu Pemulung Dalam Higiene Perseorangan Di XXX
  21. Perilaku Ibu Terhadap Penggunaan Multivitamin Untuk Anak Balita Di XXX
  22. Perilaku Jajan Anak Sekolah Dan Prevalensi Anemia Gizi Di SD XXX
  23. Perilaku Wus Terhadap Pencegahan Penyakit Osteoporosis Di XXX
  24. Pola Konsumsi, Status Gizi Dan Prestasi Belajar Pada Anak Vegetarian Di XXX
  25. Pola Pemberian Makan Bayi Baru Lahir Di Ruang Rawat Inap RS XXX
  26. Praktek Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-11 Bulan Di XXX
  27. Tinjauan Pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG) Pada Daerah Rawan Pangan Dan Gizi Di XXX
  28. Tinjauan Zat Gizi Yang Terkandung Di Dalam Air Tahu Yang Dijual Di XXX
  29. Gambaran Perilaku Ibu Menyusui Tentang Pemberian Asi Eksklusif Di XXX
  30. Perubahan Berat Badan Anak Balita Gizi Buruk Yang Di Rawat DI RS XXX

Contoh Judul Skripsi FKM-Umum 1/2

  1. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN BALITA DI POSYANDU XXX
  2. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI XXX
  3. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN KB SUNTIK PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS XXX
  4. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS XXX
  5. HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TBC PADA BALITA YANG MENDAPAT IMUNISASI BCG DI XXX
  6. ANALISIS PERBANDINGAN KUALITAS FISIK AIR PADA DAERAH HOME INDUSTRI TAHU TEMPE DENGAN DAERAH NON INDUSTRI DI DESA XXX
  7. HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEMANDIRIAN ANAK 5 TAHUN DI XXX
  8. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA DENGAN PERILAKU MENGUNJUNGI POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  9. RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) TERHADAP PENDERITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  10. PENGARUH KECEPATAN WAKTU PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN JUMLAH KEJADIAN DBD DI KABUPATEN XXX
  11. HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI XXX
  12. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI XXX
  13. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS XXX
  14. HUBUNGAN MITOS KEPERAWANAN DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (STUDI PADA SISWA KELAS 11 SMA XXX
  15. HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA BENGKEL LAS TERALIS DI XXX
  16. PERBEDAAN ANGKA FEKUNDITAS DAN FERTILITAS NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA PEMAJANAN DAUN MIMBA DALAM SEDIAAN OBAT NYAMUK BAKAR DAN SPRAY
  17. HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA BENGKEL LAS TERALIS DI XXX
  18. HUBUNGAN KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DAN UMUR SAAT MENOPAUSE DENGAN KELUHAN MASA MENOPAUSE
  19. ANALISIS PENGELOLAAN DATA UNTUK MENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN PROGRAM DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS XXX
  20. KETERKAITAN CAKUPAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN SARANA JAMBAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN KASUS DIARE DI XXX
  21. HUBUNGAN ANTARA WAKTU DAN TEMPAT PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU ANAK DI XXX
  22. HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN ASUPAN GIZI (LEMAK, NATRIUM DAN SERAT) DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA USIA LANJUT DI XXX
  23. FAKTOR RISIKO KARIES GIGI SULUNG ANAK DI XXX
  24. TINGKAT KEBUGARAN JASMANI PADA LANSIA DI PANTI WERDA XXX
  25. PERBEDAAN KEMAMPUAN MEDIA SORBEN DAN KARBON AKTIF TERHADAP PENURUNAN OIL CONTENT DAN BOD5 LIMBAH CAIR KILANG BBM PT PERTAMINA (PERSERO) XXX
  26. HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DENGAN KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI ( STUDI PADA AKSEPTOR VASEKTOMI DI KECAMATAN XXX
  27. HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH, LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DAN PRAKTIK PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKEMAS XXX
  28. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI DESA BAKUNG KECAMATAN XXX
  29. HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN LABORATORIUM DENGAN PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN XXX
  30. KAJIAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. XXX MELALUI PENDEKATAN AUDIT INTERNAL BERDASARKAN PERMENAKER NO.05/MEN/1996
  31. HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN KEMATIAN IBU DI XXX
  32. VERIFIKASI HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA (STUDI KASUS DI PT XXX
  33. HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR REMAJA PUTRI DENGAN PERAWATAN MENSTRUASI DI MTs XXX
  34. PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA (CTKI) KE LUAR NEGERI (STUDI KASUS DI XXX)
  35. HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK KADER POSYANDU DENGAN STATUS KELENGKAPAN IMUNISASI BAYI DI DESA XXX
  36. HUBUNGAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR DAN FASILITAS PELAYANAN KB DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI ( STUDI PADA MASYARAKAT ETNIS DAYAK
  37. HUBUNGAN PRAKTEK KEBERSIHAN DIRI DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA PEMULUNG DI XXX
  38. SURVEI KEBERHASILAN PENANGKAPAN (TRAP SUCCESS) MAMALIA KECIL DAN KEPADATAN PINJAL DI XXX
  39. PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENURUNAN H2S DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA ARANG AKTIF DAN ZEOLIT PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI XXX
  40. UJI EFIKASI LAMBDACYHALOTHRIN TERHADAP LALAT RUMAH (MUSCA DOMESTICA)
  41. HUBUNGAN ANTARA KONDISI SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA XXX
  42. MENGETAHUI FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JARAK KELAHIRAN PADA WANITA MULTIPARA DI DESA XXX
  43. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA BIDAN DESA DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN MATERNAL DAN NEONATAL DI XXX
  44. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BRONCHO PNEUMONIA (BP) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  45. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI DENGAN KESEDIAAN SISWA UNTUK MENGIKUTI IMUNISASI CAMPAK DI SDN XXX
  46. HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN DENGAN PELAYANAN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS XXX
  47. HUBUNGAN FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN MASTITIS PADA IBU POST PARTUM DI PUSKESMAS XXX
  48. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIDAN MELAKUKAN SUNAT PADA BAYI PEREMPUAN DI KECAMATAN XXX
  49. HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN MENARCHE PADA SISWI KELAS XXX DI SMPN XXX
    HUBUNGAN KOMPETENSI PEGAWAI DENGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DI RUMAH SAKIT XXX
  50. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  51. HUBUNGAN JENIS HELM PENGENDARA SEPEDA MOTOR DENGAN TINGKAT KEPARAHAN CIDERA KEPALA PADA PASIEN CIDERA KEPALA DI RS XXX
  52. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN PEMERIKSAAN ANTENATAL DI PUSKESMAS XXX
  53. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KINERJA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENYAKIT TB-PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  54. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU PADA ORANG DEWASA BERDASARKAN HASIL PENUNJANG RONTGEN POSITIF DI RS XXX
  55. HUBUNGAN PROMOSI KESEHATAN TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN DERAJAT PENYAKIT DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  56. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEIKUTSERTAAN PRIA DALAM BER-KB (MOP) DI KECAMATAN XXX

Contoh Judul Skripsi FKM-Umum 2/2

  1. Pemanfaatan Limbah Molasse Pabrik Gula Menjadi Alkohol dalam Upaya Penurunan Beban Pencemaran Lingkungan Di XXX
  2. Hubungan Perilaku Dan Higiene Siswa SD XXX Dengan Infeksi Kecacingan Di Desa XXX
  3. Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pembuat Sandal Di XXX
  4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawat Terhadap Pencegahaan Risiko Tertular Heptitis B Di Ruangan Rawat Inap Penyakit Dalam XXX
  5. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Akut Yan Di XXX
  6. GAmbaran Perilaku Petugas Kesehatan Dalam Pengisian Formulir Informed Consent Di XXX
  7. Karakteristik Pendrita Batu Saluran Kemih (BSK) Rawat Inap Di XXX
  8. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di XXX
  9. Perilaku Remaja Putri Tentang Diet Sehat Di SMU XXX
  10. Karakteristik Penderita Kanker Serviks Yang Dirawat Inap Di RS XXX
  11. Karakteristik Penderita Cedera kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Yang Rawat Inap Di XXX
  12. Karakteristik Dan Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di XXX
  13. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Gangguan Kesehatan Reproduksi Akibat Merokok Di XXX
  14. Status Gizi Bayi Ditinjau Dari Pemberian Asi Eksklusif, Pemberian MP-Asi Dan kelengkapan Imunisasi Di XXX
  15. Gambaran Keluhan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada pekerja Pandai Besi Ditinjau Dari Sikap Kerja Di XXX
  16. Pola Makan Pada Ibu Hamil dengan Hyperemasis Gravidarium Dan Anemia Di Wilayah Puskesmas XXX
  17. Perilaku Siswa Pengakses Situs Porno Melalui Internet Terhadap Rangsangan Di SMK XXX
  18. Sistem Pengolahan Limbah Cair, Padat Dan Gas Di XXX
  19. Pengaruh Kayambang Untuk Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (Bod) Air Limbah Di XXX
  20. Gambaran Pelaksanaan Fumigasi Kapal Dengan Menggunakan Fumigan HCN (Hydrogen Cyanida) Dan CH3Br (Methyl Bromida) Di XXX
  21. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Penanggulangan Tuberkulosis (TB) Paru Di Puskesmas XXX
  22. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya BBLR Pada Ibu-Ibu Yang Melahirkan Di XXX
  23. Karakteristik Penderita Plasenta Previa Di RS XXX
  24. Hubungan Pendapatan Keluarga Dan Karakteristik Ibu Hamil Dengan Status Anemia Di XXX
  25. Data Tingkat Perceraian Catatan Sipil Tahun 2000 - 2004 Untuk Meramalkan Tingkat Perceraian Tahun 2005 - 2009 Menggunakan Metode Time Series Di XXX
  26. Hubungan Perilaku Gizi Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas XXX
  27. Survei Jentik Dan Perilaku Masyarakat Terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di XXX
  28. Persepsi Penderita Patah Tulang Terhadap Pengobatan Pada Dukun Patah Tawar Kem-Kem Di XXX
  29. Gambaran Kelengkapan Informed Consent Pada Tindakan Operasi Yang Dilakukan Di RS XXX
  30. Gambaran Waktu Pengiriman dan Kelengkapan Pengisian Laporan Bulanan SP2TP Ke Dinas Kesehatan XXX
  31. Hubungan Faktor sosio Demografi, Sosio Psikologi Dan Pelayanan KB Terhadap Keikutsertaan KB Di XXX

Contoh Judul Skripsi FKM-Epidemiologi 1/2

  1. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN BALITA DI POSYANDU XXX
  2. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI XXX
  3. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN KB SUNTIK PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS XXX
  4. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS XXX
  5. HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TBC PADA BALITA YANG MENDAPAT IMUNISASI BCG DI XXX
  6. ANALISIS PERBANDINGAN KUALITAS FISIK AIR PADA DAERAH HOME INDUSTRI TAHU TEMPE DENGAN DAERAH NON INDUSTRI DI DESA XXX
  7. HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEMANDIRIAN ANAK 5 TAHUN DI XXX
  8. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA DENGAN PERILAKU MENGUNJUNGI POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  9. RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) TERHADAP PENDERITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  10. PENGARUH KECEPATAN WAKTU PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN JUMLAH KEJADIAN DBD DI KABUPATEN XXX
  11. HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI XXX
  12. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI XXX
  13. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS XXX
  14. HUBUNGAN MITOS KEPERAWANAN DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (STUDI PADA SISWA KELAS 11 SMA XXX
  15. HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA BENGKEL LAS TERALIS DI XXX
  16. PERBEDAAN ANGKA FEKUNDITAS DAN FERTILITAS NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA PEMAJANAN DAUN MIMBA DALAM SEDIAAN OBAT NYAMUK BAKAR DAN SPRAY
  17. HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA BENGKEL LAS TERALIS DI XXX
  18. HUBUNGAN KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DAN UMUR SAAT MENOPAUSE DENGAN KELUHAN MASA MENOPAUSE
  19. ANALISIS PENGELOLAAN DATA UNTUK MENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN PROGRAM DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS XXX
  20. KETERKAITAN CAKUPAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN SARANA JAMBAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN KASUS DIARE DI XXX
  21. HUBUNGAN ANTARA WAKTU DAN TEMPAT PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU ANAK DI XXX
  22. HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN ASUPAN GIZI (LEMAK, NATRIUM DAN SERAT) DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA USIA LANJUT DI XXX
  23. FAKTOR RISIKO KARIES GIGI SULUNG ANAK DI XXX
  24. TINGKAT KEBUGARAN JASMANI PADA LANSIA DI PANTI WERDA XXX
  25. PERBEDAAN KEMAMPUAN MEDIA SORBEN DAN KARBON AKTIF TERHADAP PENURUNAN OIL CONTENT DAN BOD5 LIMBAH CAIR KILANG BBM PT PERTAMINA (PERSERO) XXX
  26. HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DENGAN KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI ( STUDI PADA AKSEPTOR VASEKTOMI DI KECAMATAN XXX
  27. HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH, LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DAN PRAKTIK PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKEMAS XXX
  28. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI DESA BAKUNG KECAMATAN XXX
  29. HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN LABORATORIUM DENGAN PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN XXX
  30. KAJIAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. XXX MELALUI PENDEKATAN AUDIT INTERNAL BERDASARKAN PERMENAKER NO.05/MEN/1996
  31. HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN KEMATIAN IBU DI XXX
  32. VERIFIKASI HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA (STUDI KASUS DI PT XXX
  33. HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR REMAJA PUTRI DENGAN PERAWATAN MENSTRUASI DI MTs XXX
  34. PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA (CTKI) KE LUAR NEGERI (STUDI KASUS DI XXX)
  35. HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK KADER POSYANDU DENGAN STATUS KELENGKAPAN IMUNISASI BAYI DI DESA XXX
  36. HUBUNGAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR DAN FASILITAS PELAYANAN KB DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI ( STUDI PADA MASYARAKAT ETNIS DAYAK
  37. HUBUNGAN PRAKTEK KEBERSIHAN DIRI DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA PEMULUNG DI XXX
  38. SURVEI KEBERHASILAN PENANGKAPAN (TRAP SUCCESS) MAMALIA KECIL DAN KEPADATAN PINJAL DI XXX
  39. PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENURUNAN H2S DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA ARANG AKTIF DAN ZEOLIT PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI XXX
  40. UJI EFIKASI LAMBDACYHALOTHRIN TERHADAP LALAT RUMAH (MUSCA DOMESTICA)
  41. HUBUNGAN ANTARA KONDISI SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA XXX
  42. MENGETAHUI FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JARAK KELAHIRAN PADA WANITA MULTIPARA DI DESA XXX
  43. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA BIDAN DESA DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN MATERNAL DAN NEONATAL DI XXX
  44. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BRONCHO PNEUMONIA (BP) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  45. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI DENGAN KESEDIAAN SISWA UNTUK MENGIKUTI IMUNISASI CAMPAK DI SDN XXX
  46. HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN DENGAN PELAYANAN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS XXX
  47. HUBUNGAN FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN MASTITIS PADA IBU POST PARTUM DI PUSKESMAS XXX
  48. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIDAN MELAKUKAN SUNAT PADA BAYI PEREMPUAN DI KECAMATAN XXX
  49. HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN MENARCHE PADA SISWI KELAS XXX DI SMPN XXX
    HUBUNGAN KOMPETENSI PEGAWAI DENGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DI RUMAH SAKIT XXX
  50. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  51. HUBUNGAN JENIS HELM PENGENDARA SEPEDA MOTOR DENGAN TINGKAT KEPARAHAN CIDERA KEPALA PADA PASIEN CIDERA KEPALA DI RS XXX
  52. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN PEMERIKSAAN ANTENATAL DI PUSKESMAS XXX
  53. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KINERJA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENYAKIT TB-PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  54. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU PADA ORANG DEWASA BERDASARKAN HASIL PENUNJANG RONTGEN POSITIF DI RS XXX
  55. HUBUNGAN PROMOSI KESEHATAN TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN DERAJAT PENYAKIT DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  56. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEIKUTSERTAAN PRIA DALAM BER-KB (MOP) DI KECAMATAN XXX

Contoh Judul Skripsi FKM-Epidemiologi 2/2

  1. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Infeksi Kecacingan Yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Murid SD XXX
  2. Efektifitas Rimpang Jeringau (Acorus calamus L) Dalam Membunuh Nyamuk Aedes Aegypti
  3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Bauta Di Puskesmas XXX
  4. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di XXX
  5. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Ispa Pada Balita Di XXX
  6. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita Di XXX
  7. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Kecacingan Yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Anak XXX
  8. Gambaran Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Di XXX
  9. Gambaran Epidemiologi Penyakit Soil Transmitted Helminths Pada Murid SD XXX
  10. Hubungan Kurang Energi Protein Dengan Kasus Penyakit Pnemonia Pada Balita Di XXX
  11. Karakteristik Balita Penderita Diare Yang Berobat Di XXX
  12. Karakteristik Balita Penderita Pneumonia Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  13. Karakteristik Bayi Penderita Gastroenteritis Yang Dirawat Inap Di RS XXX
  14. Karakteristik Distribusi Penderita Pnemonia Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  15. Karakteristik Ibu Yang Melahirkan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di RS XXX
  16. Karakteristik Ibu Yang Melahirkan Bayi Berat Badan Lahir Rendah Di Rumah Sakit XXX
  17. Karakteristik Ibu Yang Melahirkan Bayi Prematur Di RS XXX
  18. Karakteristik Pekerja Seks Komersil(PSK) Dan Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Menular Seksual (PMS) Di XXX
  19. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja XXX
  20. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  21. Karakteristik Penderita HIV/Aids Di XXX
  22. Karakteristik Penderita Kanker Paru Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  23. Karakteristik Penderita Kanker Paru Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  24. Karakteristik Penderita Kanker Payudara Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  25. Karakteristik Penderita Stroke Non Haemorrhage Yang Di Rawat Inap Di RS XXX
  26. Karakteristik Penderita TB Paru Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  27. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Yang Berobat Dengan Menggunakan Strategi DOTS Di XXX
  28. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Yang Berobat Dengan Menggunakan Strategi DOTS Di XXX
  29. Karakteristik Wanita Penderita Kanker Payudara Rawat Inap Di Rumah Sakit XXX
  30. Karateristik Tersangka Penderita Rabies Di Puskesmas XXX
  31. Perilaku Supir Taksi Matra Terhadap Pencegahan Penularan HIV Di XXX
  32. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada PUS di XXX

Contoh Judul Skripsi FKM-AKK 1/2

  1. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN BALITA DI POSYANDU XXX
  2. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI XXX
  3. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN KB SUNTIK PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS XXX
  4. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS XXX
  5. HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TBC PADA BALITA YANG MENDAPAT IMUNISASI BCG DI XXX
  6. ANALISIS PERBANDINGAN KUALITAS FISIK AIR PADA DAERAH HOME INDUSTRI TAHU TEMPE DENGAN DAERAH NON INDUSTRI DI DESA XXX
  7. HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEMANDIRIAN ANAK 5 TAHUN DI XXX
  8. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA DENGAN PERILAKU MENGUNJUNGI POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  9. RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) TERHADAP PENDERITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  10. PENGARUH KECEPATAN WAKTU PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN JUMLAH KEJADIAN DBD DI KABUPATEN XXX
  11. HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI XXX
  12. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI XXX
  13. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS XXX
  14. HUBUNGAN MITOS KEPERAWANAN DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (STUDI PADA SISWA KELAS 11 SMA XXX
  15. HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA BENGKEL LAS TERALIS DI XXX
  16. PERBEDAAN ANGKA FEKUNDITAS DAN FERTILITAS NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA PEMAJANAN DAUN MIMBA DALAM SEDIAAN OBAT NYAMUK BAKAR DAN SPRAY
  17. HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA BENGKEL LAS TERALIS DI XXX
  18. HUBUNGAN KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DAN UMUR SAAT MENOPAUSE DENGAN KELUHAN MASA MENOPAUSE
  19. ANALISIS PENGELOLAAN DATA UNTUK MENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN PROGRAM DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS XXX
  20. KETERKAITAN CAKUPAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN SARANA JAMBAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN KASUS DIARE DI XXX
  21. HUBUNGAN ANTARA WAKTU DAN TEMPAT PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU ANAK DI XXX
  22. HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN ASUPAN GIZI (LEMAK, NATRIUM DAN SERAT) DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA USIA LANJUT DI XXX
  23. FAKTOR RISIKO KARIES GIGI SULUNG ANAK DI XXX
  24. TINGKAT KEBUGARAN JASMANI PADA LANSIA DI PANTI WERDA XXX
  25. PERBEDAAN KEMAMPUAN MEDIA SORBEN DAN KARBON AKTIF TERHADAP PENURUNAN OIL CONTENT DAN BOD5 LIMBAH CAIR KILANG BBM PT PERTAMINA (PERSERO) XXX
  26. HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DENGAN KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI ( STUDI PADA AKSEPTOR VASEKTOMI DI KECAMATAN XXX
  27. HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH, LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DAN PRAKTIK PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKEMAS XXX
  28. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI DESA BAKUNG KECAMATAN XXX
  29. HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN LABORATORIUM DENGAN PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN XXX
  30. KAJIAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. XXX MELALUI PENDEKATAN AUDIT INTERNAL BERDASARKAN PERMENAKER NO.05/MEN/1996
  31. HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN KEMATIAN IBU DI XXX
  32. VERIFIKASI HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA (STUDI KASUS DI PT XXX
  33. HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR REMAJA PUTRI DENGAN PERAWATAN MENSTRUASI DI MTs XXX
  34. PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA (CTKI) KE LUAR NEGERI (STUDI KASUS DI XXX)
  35. HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK KADER POSYANDU DENGAN STATUS KELENGKAPAN IMUNISASI BAYI DI DESA XXX
  36. HUBUNGAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR DAN FASILITAS PELAYANAN KB DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI ( STUDI PADA MASYARAKAT ETNIS DAYAK
  37. HUBUNGAN PRAKTEK KEBERSIHAN DIRI DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA PEMULUNG DI XXX
  38. SURVEI KEBERHASILAN PENANGKAPAN (TRAP SUCCESS) MAMALIA KECIL DAN KEPADATAN PINJAL DI XXX
  39. PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENURUNAN H2S DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA ARANG AKTIF DAN ZEOLIT PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI XXX
  40. UJI EFIKASI LAMBDACYHALOTHRIN TERHADAP LALAT RUMAH (MUSCA DOMESTICA)
  41. HUBUNGAN ANTARA KONDISI SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA XXX
  42. MENGETAHUI FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JARAK KELAHIRAN PADA WANITA MULTIPARA DI DESA XXX
  43. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA BIDAN DESA DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN MATERNAL DAN NEONATAL DI XXX
  44. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BRONCHO PNEUMONIA (BP) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  45. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI DENGAN KESEDIAAN SISWA UNTUK MENGIKUTI IMUNISASI CAMPAK DI SDN XXX
  46. HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN DENGAN PELAYANAN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS XXX
  47. HUBUNGAN FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN MASTITIS PADA IBU POST PARTUM DI PUSKESMAS XXX
  48. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIDAN MELAKUKAN SUNAT PADA BAYI PEREMPUAN DI KECAMATAN XXX
  49. HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN MENARCHE PADA SISWI KELAS XXX DI SMPN XXX
    HUBUNGAN KOMPETENSI PEGAWAI DENGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DI RUMAH SAKIT XXX
  50. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  51. HUBUNGAN JENIS HELM PENGENDARA SEPEDA MOTOR DENGAN TINGKAT KEPARAHAN CIDERA KEPALA PADA PASIEN CIDERA KEPALA DI RS XXX
  52. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN PEMERIKSAAN ANTENATAL DI PUSKESMAS XXX
  53. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KINERJA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENYAKIT TB-PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  54. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU PADA ORANG DEWASA BERDASARKAN HASIL PENUNJANG RONTGEN POSITIF DI RS XXX
  55. HUBUNGAN PROMOSI KESEHATAN TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN DERAJAT PENYAKIT DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS XXX
  56. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEIKUTSERTAAN PRIA DALAM BER-KB (MOP) DI KECAMATAN XXX

Entri Populer