Artikel
EKONOMI KEPERAWATAN, MENUJU PENGEMBANGAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN TERPADU DI INDONESIA
(Nursing Economic’s, toward development
integrated nursing management in Indonesia)
EKONOMI KEPERAWATAN, MENUJU PENGEMBANGAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN TERPADU DI INDONESIA
(Nursing Economic’s, toward development
integrated nursing management in Indonesia)
oleh : Nur Martono
Tidak dapat dipungkiri saat ini seluruh dunia sedang mengalami krisis ekonomi global, dengan “pusat gempa” di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara di benua Eropa. Benua Asia (Jepang, Cina, Korea) dan Australia juga terkena imbas, dan termasuk Singapura, Thailand dan juga negara kita didalamnya akan segera menyusul.
Indonesia saat ini boleh dikatakan sedang memasuki siklus ekonomi menjelang kontraksi/resesi, dengan ditandai laju pertumbuhan selama dua kuartal di tahun 2009 yang menurun dibawah 5% (prediksi Bappenas 4,3% tahun ini). Disertai Penurunan nilai rupiah yang hampir mencapai Rp. 12.000/US $ (hampir 30% dari rentang Rp. 9300 di tahun 2008), dan terjadinya deflasi di bulan Januari dan Pebruari 2009.
Diperkirakan antara Juli – Agustus 2009 Indonesia akan mulai memasuki masa resesi, dengan ditandai pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut, meski pemulihannya akan berlangsung lebih cepat dibandingkan krisis 1998. Seakan ini mengulang krisis 10 tahunan sejak 1998-1999 di Indonesia, meskipun dengan penyebab yang berbeda. Saat ini kita sepertinya terkena dampak krisis ekonomi di negara maju, dan bukan sebagai penyebab krisis itu sendiri
Masalah-masalah kesehatan yang ada di Indonesia semakin pelik, dan saat ini banyak di pengaruhi oleh faktor antara lain:
1. Pertambahan jumlah penduduk yang pesat dan semakin meningkatnya usia harapan hidup bagi masyarakat Indonesia yang menyebabkan semakin banyaknya usia lansia,
2. Krisis moneter yang berkepanjangan yang menyebabkan perekonomian masyarakat menjadi terpuruk dan semakin banyak masyarakat menjadi miskin, dan pelayanan kesehatan semakin tidak terjangkau,
3. Berubahnya pola penyakit selain dari penyakit-penyakit infeksi, penyakit degenatif, dan penyakit psikososial semakin meningkat, sehingga memerlukan perawatan yang lebih lama,
4. Letak demografi Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau sulit untuk di jangkau oleh pelayanan kesehatan.
*********
Demikian pula K E P E R A W A T A N sebagai sebuah profesi, pada akhirnya akan terkena dampak secara langsung maupun tidak langsung dengan kontraksi ekonomi global dan regional terutama dalam sektor pembiayaan kesehatan. Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang semakin meningkat sehingga masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, tapi di lain pihak bagi masyarakat ekonomi lemah mereka ingin pelayanan kesehatan yang murah dan terjangkau. Dan pada gilirannya pelayanan kesehatan akan semakin mahal, jika ingin disertai mutu layanan yang baik.
Namun apakah akan berdampak terhadap status ekonomi perawat di Indonesia???????
Jawabnya : Bisa YA, bisa juga TIDAK .........
Selama ini memang keperawatan telah menyertakan ekonomi dalam pendekatan paradigma keperawatan dan definisi keilmuan. Namun dalam pelaksanaannya, ekonomi keperawatan yang terintegrasi dalam manajemen keperawatan seakan terlupakan. Boleh jadi perawat profesional hanya sebuah impian karena si perawat itu sendiri yang tidak menerapkan sistem profesionalisme; karena tidak mampu menampilkan citra pelayanan setara dengan imbalan.
Dalam tatanan teoritis saja, kita jarang atau bahkan tidak dapat menjumpai perawat Indonesia yang dianggap ahli dalam bidang ekonomi keperawatan. Pendidikan keperawatan untuk jenjang keahlian profesi (S2, Master dan Doktor Keperawatan) masih lebih banyak dijumpai dalam ilmu-ilmu klasik keperawatan, seperti Master Keperawatan Medikal Bedah mesti sampai ke subspesialis ; Master KMB spesialis misalnya urologi, kita banyak dapat jumpai. Namun bagaimana dampak keilmuannya terhadap bidang pekerjaan, masih sulit untuk dijabarkan ke depan.
Kalaupun ada perawat yang bergelar SE, atau MM-MBA, namun tidak dapat dikatakan secara praktikal sebagai ahli dalam bidang ekonomi keperawatan. Lebih banyak perawat kita yang memiliki latar belakang Master misalnya dalam bidang-bidang ilmu-ilmu klasik keperawatan. Sehingga Master Manegemen Keperawatan banyak, namun perawat ahli dalam bidang ekonomi dan analisa keuangan boleh dikatakan tidak ada.
Pada akhirnya akan terjadi pola-pola kejenuhan profesi, karena akan terjadi penumpukkan keilmuan; tanpa disertai pengembangan dan penemuan sub sistem ilmu keperawatan baru itu sendiri. Dan pada gilirannya tidak akan ada perawat yang mampu mempertahankan teori ekonomi dalam keperawatan itu sendiri. Dengan tujuan akhir mampu meningkatkan kesejahteraan perawat, melalui mekanisme pengembangan jasa perawatan di Indonesia.
*********
Ilmu keperawatan yang menuju masa depan, akan sejalan dengan perkembangan dinamika penduduk, globalisasi, dan tantangan ekonomi. Dengan jumlah populasi profesi perawat di Indonesia yang mendominasi tenaga kesehatan yang ada, maka diversifikasi tatanan keilmuan keperawatan itu sendiri semestinya semakin dituntut berkembang.
Apabila kita bandingkan saja dengan Ilmu Kesehatan Masyarakat (FKM), mereka sangat jitu dalam mengembangkan sub keilmuan. Ekonomi Kesehatan dalam bagian Manajemen Kesehatan (misalnya program Asuransi Kesehatan dan AKK/Administrasi Kebijakan Kesehatan) berkembang pesat disana. Ada nama DR. Ascobat Gani, misalnya yang dikenal sebagai pakar bidang Ekonomi Kesehatan ini.
Ilmu Komputer dalam Keperawatan, SIM (Sistem Informasi Manajemen Kep), Politik keperawatan, Ekonomi Keperawatan, Transkultural keperawatan, Keperawatan Olahraga, Entrepreneur keperawatan, Keperawatan Kesehatan Kerja (K3) dsb nya; merupakan keilmuan baru keperawatan di Indonesia yang amat perlu segera dikembangkan.
Atau satu saat, pola-pola distribusi normal akan terjadi dalam keilmuan dan tenaga perawat terdidik di Indonesia. Dimana sebagian besar menumpuk 80% populasi keperawatan klasik di Indonesia, 10% sisanya menganggur menjadi bagian pengangguran perawat terdidik; serta sisanya akan ekstrim 10% menjadi pengembang keilmuan perawat (S3 – Prof). Yang menjalani profesi perawat dalam keilmuan baru diatas, atau bekerja dan berkarir diluar negeri. Trend pola tersebut lambat laun akan terjadi dalam profesi keperawatan kita di Indonesia.
Sehingga pola-pola kebutuhan dasar perawat – 3 M /tiga matra Keperawatan (ekonomi, pendidikan dan riset, serta politik dan power) dapat terpenuhi. Profesi perawat akan berkembang apabila ketiga kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan hirarki pertama adalah ekonomi, kemudian pendidikan-riset dan kerucut yang terakhir politik-power. Keperawatan akan maju setelah ekonomi perawat maju, pendidikan dan riset keperawatan akan berkembang pesat sesudahnya , sehingga akhirnya memiliki politik-power yang kuat dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.
Apakah yang dipelajari dalam Ekonomi Keperawatan ????
Tujuan Ekonomi keperawatan adalah untuk memajukan peran perawat dalam industri pelayanan kesehatan sebagai bagian bisnis dan berfokus ke masa depan. Ini dilakukan melalui penyediaan informasi dan analisis teori keperawatan yang memunculkan praktek asuhan keperawatan bermutu dalam manajemen kesehatan, kekuatan finansial dan ekonomi serta pengambilan kebijakan kesehatan di masa mendatang.
Diharapkan nantinya perawat administrator / manajer dan praktisi keperawatan memahami teori dan praktek aplikasi ekonomi dan memasukkan konsep-konsep ini dalam manajemen keperawatan (Memperjuangkan Jasa Perawatan di Indonesia). Tulisan ini diharapkan dapat menjelaskan ekonomi keperawatan dari perspektif ekonomi dalam pendidikan-riset dan praktek askep. Yang juga relevan untuk bidang SDM tenaga kerja perawat dan masalah staffing, dalam menghadapi issue ekonomi, dan tantangan profesi perawat Indonesia di masa depan.
Dalam membahas ekonomi keperawatan maka nantinya akan ditemukan issu-issu menarik seperti :
• Mekanisme suplay-demand tenaga keperawatan
• Penetapan Gaji Perawat
• Dasar ekonomi keperawatan dalam Asuhan keperawatan
• Tehnik analisa biaya pelayanan keperawatan
• Dampak TI terhadap ekonomi keperawatan
• Nursepreneur dan Dasar Investasi dalam Keperawatan
• Analisa Keuangan
• Aspek Bisnis Keperawatan
Sejalan dengan perkembangan pelayanan kesehatan di negara maju dimana telah tercipta sistem pay-for-performance (P4P)/dibayar-untuk-kinerja pembayaran gaji perawat berdasarkan kinerja; fokus terhadap mutu dan biaya kesehatan, konsep providers (penyedia layanan) – payer’s (pasien yang membayar) , kebijakan kesehatan dan riset yang melibatkan perawat dalam menentukan efektifitas pembiayaan, dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
*********
Dari Seminar : "Ekonomi Keperawatan mengundang Konferensi Alamat Kualitas dan Pembayaran Isu di Perawatan." OJIN: The Online Journal of Issues in Nursing, Vol. 13 No 1. Tersedia: www.nursingworld.org / MainMenuCategories / ANAMarketplace / ANAPeriodicals / OJIN / Kolom / Legislatif / EconomicsandQuality.aspx
Tiga pertanyaan kunci yang ada saat ini adalah:
1) Apakah kita dapat membuat "kasus bisnis" dalam meningkatkan dan mempertahankan kualitas keperawatan yang baik untuk perawat di Indonesia ?
2) Apakah masyarakat dan RS swasta di Indonesia siap menerima sistem khusus untuk insentif perawatan (jasa keperawatan) , dan jika demikian bagaimana?
3) Apa saja tantangan dan panduan agar perawat dibayar-untuk-kinerja (P4P)?
1) Kasus bisnis dalam mempertahankan kualitas keperawatan
Perawat adalah satu profesi dengan “tehnikal skill”, kerja tukang dengan latar belakang pendidikan profesional. Saat alat elektronik, kendaraan, atau rumah kita misalnya rusak; maka anda akan memperbaikinya di tukang yang ahli di bidang tersebut, dan ia akan mendapatkan jasa pembayaran diluar gaji perusahaan sesuai dengan kerusakan yang ada.
Meski selama ini dokter yang lebih banyak mendapatkan jasa medis, misalnya saat kita berobat ke spesialis anak, memeriksa anak dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dengan alat stetoskop , dengan waktu 5 – 10 menit, maka si dokter akan mendapatkan jasa medis Rp. 50.000/pasien. Demikian pula saat visit di ruangan minimal ia akan mendapatkan Rp. 25.000/pasien dengan kelas 3 di RS negeri.
Bagaimana perawat???Rata-rata perawat mendapatkan jasa perawatan Rp. 100.000 – Rp. 500.000/bulan; tanpa menghitung tindakan yang telah dia berikan selama sebulan. Mulai dari : mengambil sample darah (vena dan arteri), memasang NGT dan folley catheter, memasang iv set (infus), melakukan CPR, EKG, dressing/ganti balutan, memberikan obat IV, IM atau oral, dan tindakan KDM dengan rata-rata pasien 5-8 orang per shift. Tentu ini akan mengakibatkan rasa ketimpangan dan ketidakadilan di profesi perawat.
Pada akhirnya bagaimana menciptakan “Asuhan Keperawatan” sebagai “kasus bisnis “. Saat anda sebagai perawat mengambil sample darah misalnya : hitung waktu proses mengambil darah sampai mengirimnya (hitung waktu), Hitung resiko misalnya tertusuk jarum atau tercemar sample (hitung resiko Hepatitis dan HIV), ini yang mesti diperhitungkan sehingga menjadikan Askep sebagai sebuah “kasus bisnis”. I’ll give, but I must get something in cash.... demikian idealnya. Sehingga memang mesti ada standar baku Jasa Perawatan yang sama di setiap RS negeri maupun swasta di Indonesia.
*********
Ada banyak bukti kontribusi perawat signifikan terhadap kualitas dan hasil yang ini dapat membuat biaya. Namun, perawat tidak fokus terhadap jasa perawatan/ P4P; semestinya memang kembangkan ini dahulu kemudian baru kebijakan yang bersifat payung yang lebih luas (UU Keperawatan). Jasa perawatan lebih langsung dirasakan oleh staf perawat terutama di Indonesia, sebelum meng”gol”kan kebijakan yang lebih makro. Jadikan jasa perawatan sebagai “omset” sebuah pelayanan, sehingga si perawat akan bekerja lebih berkualitas karena memang mendapatkan income tambahan jika ia bekerja dengan lebih baik, demikian pula sebaliknya.
Atau menjadikan jasa perawatan sebagai tabungan pensiun dan bentuk investasi lainnya. Bukan tidak mungkin perawat dapat menjadikan jasa perawatan sebagai cicilan rumah/KPR nya atau pembayaran asuransi pendidikan anak, jika RS dan kebijakan makro di Depkes lebih baik dan ramah terhadap profesi kita ini.
BONUS ...Bonus dan bonus untuk perawat mesti ada....
LEMBUR....Lembur dan lembur untuk perawat adalah wajar
OVER TIME ...over time dibayarkan perjam seperti di luar negeri
2) Apakah masyarakat dan provider (RS) di Indonesia siap dengan model pembayaran insentif untuk perawat ??
Kesulitan dasar untuk membuat asuhan keperawatan sebagai kasus bisnis adalah bahwa intervensi keperawatan pada umumnya tidak kuantitatif. Rumah sakit di Indonesia memiliki sistem biaya rawat inap berdasarkan ruangan untuk perawatan rumah sakit per harinya, namun tetap saja biaya rawat tersebut masuk kedalam fixed-cost yang menjadi pendapatan RS yang bersangkutan, dan tidak menjadi income perawat secara langsung(Thompson & Diers, 1991).
Hal ini membuat sistem penggajian perawat tidak terlihat langsung dengan variabel waktu dan tenaga yang berbeda dalam merawat setiap pasien. Lebih karena komponen gaji perawat yang tetap, melalui mekanisme golongan namun tanpa memperhatikan beban kerja perawat.
Meskipun anda bekerja di ruang rawat kelas III atau bekerja di VIP, tetap saja komponen gaji dan tunjangan perawatan nya tetap sama. Bisa saja anda bekerja di sebuah RS Internasional di Jakarta, namun gajinya tidak berbeda jauh dengan perawat yang berstatus PNS di RSUD.
Dr Eileen Sullivan-Marx (Universitas Pennsylvania School of Nursing) mengatakan bahwa kita harus mengidentifikasi jenis pekerjaan perawatan disetarakan dengan sistem keuangan umum, dan pemahaman yang sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Keperawatan harus memiliki visi dalam pembiayaan kesehatan.
Memang belum ada penelitian tentang hubungan tingkat ekonomi dokter, bidan dan perawat misalnya dengan golongan pekerjaan; namun secara kasat mata boleh dikatakan status ekonomi perawat di Indonesia jika dibandingkan dengan dokter dan bidan lebih rendah (memerlukan penelitian lebih lanjut). Hal ini akan berdampak kepada lemahnya matra pendidikan dan riset serta politik dan power perawat terhadap tenaga kesehatan lainnya dan terhadap publik.
*********
Dr Walter Sermeus (Universitas Katolik, Leuven, Belgia) dan Dr. John Welton (Associate Professor, Kedokteran Universitas South Carolina, College of Nursing); keduanya membuktikan biaya rawat berdasarkan ruang perawatan (kelas I, II dan III atau VIP) tidak signifikan dan berhubungan dengan biaya perawatan itu sendiri (jasa perawatan dan komponen keperawatan). Mereka membuat bobot Diagnosis-related-grup (DRG) misalnya, yang telah memperlihatkan hubungan yang lemah antara jumlah perawat dengan asuhan keperawatan yang diberikan untuk pasien di RS (Welton & Halloran, 2005).
Dari 30% dari total anggaran operasional rumah sakit di tujukan untuk biaya asuhan keperawatan (gaji perawat, obat, diet dsb), dan hanya 44% dari biaya tersebut langsung di rasakan perawat. Namun tetap saja ditemukan penyimpangan yang signifikan dalam biaya perawatan dengan sistem pembayaran DRG tersebut (Kane & Siegrist, 2006).
Dr Sermeus melaporkan banyak negara yang menggunakan sistem pembayaran DRGs untuk rumah sakit, yang tidak mencakup jasa perawatan yang sesuai. Beberapa negara seperti Australia, Selandia Baru, Kanada, Swiss, dan Belgia yang telah menerapkannya.
Belgia sendiri telah menyesuaikan gaji tetap perawat dan bonus biaya perawatan berdasarkan minimum rasio perawat : pasien , serta variabel insentif perawat. Salah satu cara untuk mulai memperbaiki masalah tersebut dengan membayar biaya perawatan, yang terpisah antara charges per day room dengan charges nursing care, ujar Dr Welton,
Idealnya memang demikian agar tidak rancu biaya rawat inap dengan biaya asuhan keperawatan. Biaya rawat inap selama ini di RS di Indonesia adalah charges per day room dan bukan charges nursing care !!! Bedakan ....
Ini dapat dilakukan pada setiap pasien dengan dasar atau melalui standar bobot perawatan-intensitas nursing- intensity weights (NIWs) (Welton, Fischer, DeGrace, & Zona-Smith, 2006). Mungkin suatu waktu akan terjadi perubahan sistem pembiayaan di Indonesia dalam upaya perbaikan asuhan keperawatan, tanpa menambah beban besar biaya administrasi untuk pasien. Namun juga meningkatkan kesejahteraan perawat di Indonesia
Dapatkan kita membuat NIW atau DRG ??? Di Indonesia …
Di Indonesia sendiri justru RSUD Banyumas yang memang menjadi unggulan mutu manajemen kesehatannya telah menerapkan billing sistem terkait Sistem informasi keperawatan, sehingga pembayaran jasa perawat lebih terintegrasi.
Karena dokumen Asuhan Keperawatan kami terdokumentasi di komputer dengan baik. Begitupun Pendapatan RS kami yang berasal dari aktifitas perawatan juga terdokumentasi dengan baik. Dengan dua data yang terpisah itu (Dokumentasi Askep ada di SI Keperawatan, Pendapatan RS ada di Billing System)
info kom RS banyumas
*********
Pertanyaan penelitian adalah:
• Dapatkah kita mengembangkan pengukuran NIW yang berdasarkan jam terhadap hari rawat pasien?
• Bagaimana kita menentukan NIW (panel ahli ; rujukan data jam dalam hari perawatan; NIC(Nursing interventions Classifications) dan NOC (Nursing outcome Classifications); komputerisasi RS : billing sistem dengan asuhan keperawatan)?
• Bagaimana cara memperoleh data kuantitatif untuk mengembangkan NIW/ standar-nursing intensitas weights?
Issu kebijakan yang nantinya berhubungan dengan nursing-intensity billing (system tagihan Jasa Perawatan (JP) meliputi:
• Apakah penggabungan jasa perawatan akan dianggap sebagai pendapatan yang wajar oleh pasien dan RS ?
• Bagaimana adaptasi RS swasta atau pasien terhadap pembayaran JP
• Apakah rumah sakit akan menjadi agen perubahan (change agent ) terhadap JP.
Ide untuk mengubah DRG adalah efisiensi biaya yang tepat dapat meningkatkan keuntungan. Satu studi menunjukkan bahwa 95% dari seluruh anggaran rumah sakit tidak akan berubah lebih dari 1% pada salah satu komponen (Cromwell & Price, 1998).
Artinya bahwa pasien akan tetap membayar biaya pengobatan, meskipun ada kenaikan, lebih karena pembayaran untuk kesehatan kedepan akan dijamin oleh asuransi kesehatan.
3) Tantangan dan Arah untuk Keperawatan di Bayar-untuk-Performa (P4P)
Tantangan memenuhi target kualitas asuhan keperwatan, mencegah kelalaian dan malpraktek selama perawatan rumah sakit adalah dengan meningkatkan kendala keuangan. Harga sesuai pelayanan, ini dimensi menjadikan asuhan keperawatan sebagai “kasus bisnis” dan bukan hanya kasus keperawatan semata. Nurse Service of New York (VNSNY) telah memulai proyek demo P4P dimulai pada bulan Oktober 2007. VNSNY akan memenuhi tantangan melalui sistem ini.
Rendah reimbursements dapat mengakibatkan miskinnya kualitas sumber daya perawat, dengan reimbursements asuhan keperawatan yang bahkan lebih rendah lagi. Bukan tidak mungkin karena gaji yang rendah dan JP yang minim, akhirnya perawat hanya memberikan pelayanan askep yang rendah dan minim karena terpaksa melakukan “bisnis” lain yang menyebabkan kelalaian/malpraktek.
Semestinya jam 3 sore baru pulang dinas pagi, namun terpaksa pulang lebih dulu jam 12 siang karena bekerja shif sore di RS lain….tuntutan ekonomi tidak dapat ditahan.
Alternatif cara untuk meningkatkan kualitas, menurut Dr Jim Rebitzer (Charlton Profesor dan Ketua Departemen Ekonomi, Case Western Reserve University), adalah melalui komitmen yang tinggi, sumber daya manusia bermutu , sistem di mana "orang bekerja keras dan kepentingan yang kuat, di bayar dengan baik, pemberdayaan (empowerment) , kepercayaan (trust), bekerja total dan displin.
"Mereka melakukan ini karena insentif formal, mereka telah mengidentifikasi kepentingan mereka yang kuat (2 M : motif dan “money”). Ada saling pemantauan dan tekanan di antara karyawan yang memaksa mereka memberikan asuhan keperawatan yang bermutu. Kunci untuk proses HCHR (High commitment Human Resources) sistem transformasi budaya dan pembentukan tim kerja antara perawat, dokter, dan personil kesehatan lainnya.
Contohnya : kalau dalam RSUD semua sama bahwa memasang infus (iv line) sekali pasang Rp. 10.000 JP nya , langsung masuk ke billing system pasien; maka yakin 100% perawat di RS tersebut akan giat dan rajin memasang infus ke pasien tanpa perlu menunggu terjadinya phlebitis; atau diperintahkan dokter atau kepala ruangan.
Apakah ketika Tough Times (masa sulit) maka Tough Get Going (pemikiran brilian muncul) !
Sebanyak 66 perawat dan bidan yang terhimpun dalam Komite Bersama Anggota Keperawatan (Kobak) RSUD Larantuka, Sabtu (20/12/2008), menggelar aksi damai di RSUD setempat. Mereka menolak pelecehan terhadap profesi perawat dan bidan, serta menuntut agar Pemkab Flotim dan manajemen RSUD Larantuka memberikan uang jasa pelayanan keperawatan kepada perawat/bidan dan dokter secara adil khusus dalam pelayanan Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat).
Selama ini ada perbedaan sangat menonjol dalam pembagian penghargaan jasa pelayanan antara perawat/bidan dengan para dokter di rumah sakit itu. Padahal faktanya, jumlah dokter di RSUD itu sangat terbatas, sehingga 70 persen tugas dan pekerjaan dokter justru dikerjakan para perawat dan bidan.
Seperti dipantau Pos Kupang, Sabtu (20/12/2008) pukul 08.00 - 09.00 Wita, 66 perawat dan bidan menggelar aksi diam tanpa aktivitas di RSUD Larantuka. Semua bagian, mulai dari UGD, loket pembelian karcis berobat baik di loket pasien umum maupun pasien askes tampak lengang. Ruangan loket dan ruang pelayanan tampak kosong karena para perawat dan bidan berkumpul di ruang tunggu Direktur RSUD Larantuka. Mereka mengenakan kostum putih-putih. Sementara para pasien maupun masyarakat lainnya yang berkepentingan dengan urusan administrasi di rumah sakit itu hanya bisa menunggu sambil menonton siaran televisi yang dipajang di ruang tunggu di loket masing-masing.
pos kupang
Bagaimana kalau kejadian ini serentak di semua RSU dan RS swasta di Indonesia satu hari saja ?????
Jangan pernah terjadi ……
Mogok kerja adalah hal yang biasa dilakukan organisasi buruh di Inggris, Perancis, Italia dan Negara maju lainnya.
**********
Ini adalah fase ekonomi tersulit ekonomi untuk semua orang. Takut dengan resesi, meningkatnya pengangguran, dan krisis gagal bayar kredit, cemas dan khawatir tentang masa depan. Mereka khawatir tentang pengelolaan keuangan, termasuk tentang anggaran kesehatan mereka.
Pada tahun 2007 saja di Amerika pengeluaran biaya kesehatan rata-rata $ 7420/orang , atau lebih dari meningkat 6,1% dari tahun (Hartman, Martin, Mc-Donnell, & Catlin, 2009). Bagi mereka yang terlibat dalam perawatan kesehatan dan pelayanan kesehatan ini memang sulit sekali.
Di Indonesia Menurut Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2004, sumber dana pengeluaran biaya kesehatan 86% berasal dari penghasilan ekonomi keluarga. Sedangkan sisanya berasal dari asuransi, instansi tempat bekerja, puskesmas atau jaminan kesehatan bagi penduduk tidak mampu. Pemborosan dibidang kesehatan dapat dilakukan oleh masyarakat atau kalangan medis sebagai penyelenggara pelayanan medis. Tetapi terbesar tidak lari kepada perawat, melainkan ke obat, dokter/jasa medik dan biaya rawat inap.
Kedepan AS saja telah mengalami kekurangan tenaga perawat kronis yang dapat mengancam understaffing perawatan pasien dan kepuasan kerja Bahkan gaji yang besar tidak cukup. Tercatat gaji perawat rata-rata $ 62.480/tahun di tahun 2007, mulai dari rata-rata $ 78.550 di California ke $ 49.140 di Iowa, menurut statistik pemerintah. Belum Termasuk lembur dan bonus dimana perawat yang berpengalaman dapat penghasilan lebih dari $ 100.000. Namun ternyata jumlah perawat masih kurang, under supplay….
Biro Statistik Tenaga Kerja AS memprediksi sekitar 233.000 tambahan akan dibuka lowongan pekerjaan untuk RN melalui setiap tahun. Sampai tahun 2016 ada sekitar 2,5 juta posisi lowongan perawat. Tetapi hanya sekitar 200.000 calon lulus ujian RN terdaftar tahun lalu, dan ribuan perawat meninggalkan profesi setiap tahunnya.
*********
Bagaimana di Indonesia???
Over suplay yang pasti masih ada gaji perawat dibawah 1 juta, pengangguran perawat masih tinggi. Harapan meningkatkan kesejahteraan masih jauh .
Salah siapa???
Mungkin kita mesti bertanya kepada diri kita masing-masing saat dimana posisi kita berada. Banyak rekan saya yang akhirnya migrasi ke timur tengah, Malaysia, singapura, AS, Eropa dan Australia; mereka sebenarnya Mogok Kerja di Indonesia. Mudah-mudahan dapat menjadi buffer SDM tenaga perawat kita, dengan tetap mencari satu tujuan mulia “bahwa profesi ini tidak boleh dipandang sebelah mata oleh siapapun”.
Selamat Ultah PPNI ke 35, usia dewasa menuju “Golden Age” Jangan Pernah Takut …
“Yesterday History, Today Our Blessing, Tomorrow is Mystery”
REKOMENDASI
1. Lakukan penelitian mengenai dampak perubahan kebijakan dan pembayaran pada SDM perawat dan kualitas pelayanan, dan mendidik dan memotivasi manajer perawat untuk bertindak berdasarkan bukti mereka dalam pengambilan keputusan manajemen.
2. Buat konsep pembayaran rumah sakit (billing system) terkait NIC, NOC dan NIW yang akan menghasilkan sistem yang lebih rasional. Lain topik penelitian adalah untuk membandingkan hasil dari P4P/JP dan HCHR sistem, dengan memperhatikan dampaknya terhadap “omset” perawat, bukan hanya sekedar gaji.
3. Buatlah Organisasi Profesi, UU Keperawatan, CEO, Kabid Keperawatan yang mampu menterjemahkan dan memperjuangkan sistem pembayaran RS yang berpihak kepada perawat. Kunci kebijakan ada di tangan Depkes dan keterlibatan pemerintah dan advokasi organisasi profesi.
4. Perawat harus mampu membuat komunikasi kepada konsumen dan providers bahwa nilai keperawatan itu mahal. Dan kalau mungkin dapat menentukan bahwa misalnya minimal gaji perawat di Indonesia Rp. 2 juta/bulan atau untuk penempatan perawat di luar negeri minimal bergaji diatas U$ 1000/bulan; sehingga RS tidak semenang-menang menentukan gaji perawat. Atau bahkan menentukan JP misalnya minimum Rp 10.000/tindakan; tentu saja ketimbang kita memperjuangkan UU Keperawatan yang panjang dan berliku; kalau ada Kepmenkes yang seperti diatas saja maka bukan tidak mungkin perawat Indonesia akan tinggal landas.
Usulan Konsep :
Pedoman dasar imbalan jasa perawat sbb:
1. Imbalan jasa perawat disesuaikan dengan kemampuan pasien, tingkat inflasi dan UMR.
2. Dari segi keperawatan imbalan jasa perawat ditetapkan dengan mengingat karya dan tanggung jawab perawat.
3. Besarnya imbalan jasa perawat dikomunikasikan dengan jelas kepada pasien, sebelum tindakan keperawatan dilakukan, dengan asertif dan bijaksana.
4. Imbalan jasa perawat sifatnya mutlak dan dapat diseragamkan.
5. Imbalan jasa perawat dapat diperingan atau sama sekali dibebaskan misalnya:
- Jika ternyata bahwa biaya pengobatan seluruhnya terlalu besar untuk pasien.
- Karena penyulit penyulit yang tidak terduga, biaya pengobatan jauh diluar perhitungan semula.
. Keringanan biaya rumah sakit diserahkan kepada kebijaksanaan pengelola rumah sakit dan asuransi kesehatan.
6. Bagi pasien yang mengalami musibah akibat kecelakaan, pertolongan pertama lebih diutamakan daripada imbalan jasa.
7. Imbalan jasa perawat dapat ditambah dengan biaya perjalanan jika dipanggil kerumah pasien.
8. Imbalan jasa pertolongan darurat dan pertolongan sederhana tidak diminta kepada
-korban kecelakaan
-TS termasuk dokter, dokter gigi dan apoteker serta keluarga yang menjadi tanggung jawabnya
-Mahasiswa keperawatan, bidan dan perawat.
-Dan siapapun yang dikehendakinya.
9. Patokan jasa perawat ditentukan bersama oleh KaKanwil DepKes/KaDinkes dan PPNI setempat.
10. Gaji minimum perawat di Indonesia diatas UMR dan diatas UM internasional jika ybs bekerja di luar negeri.
Penulis :
• Penasehat e-learning FIK Unpad, Kuwait Angkatan I (2008/2009 sebanyak 24 mhs)
• Anggota staf keperawatan Indonesia , yang merawat keluarga Sheikh Sabah (VVIP keluarga kerajaan Kuwait ), diketuai Sdr, Frederik, dgn 6 orang perawat Indonesia dari RS Amiri Kuwait.
• Tim SOFTIKA (Stock and Forex Trader Indonesia – Kuwait), komunitas perawat Indonesia yang aktif dalam Trading dan Investasi saham dan forex, forum belajar TA (tehnikal analisis) dan FA (fundamental analisis); pengembang INIQ8 (Indonesian nurses Investment in Kuwait).
Source :
http://www.kenoshanews.com/news/economic_woes_havent_hurt_field_of_nursing_4164360.html
http://www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodicals/OJIN/Columns/Legislative/EconomicsandQuality.aspx
Kuwait city, 17 Maret 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar